BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Menurut UNESCO, pembelajaran yang
efektif pada abad ini harus diorientasikan pada empat pilar yaitu, (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to be, dan (4) learning
to live together (Tillar, 2006 : 25). Keempatnya dapat diuraikan
bahwa dalam proses pendidikan melalui berbagai kegiatan pembelajaran peserta
didik diarahkan untuk memperoleh pengetahuan tentang sesuatu, menerapkan atau
mengaplikasikan apa yang diketahuinya tersebut guna menjadikan dirinya sebagai
seseorang yang lebih baik dalam kehidupan sosial bersama orang lain.
Lebih lanjut, dalam rangka
merealisasikan ‘learning to know’,
guru memiliki berbagai fungsi yang di antaranya adalah sebagai fasilitator,
yaitu sebagai teman sejawat dalam berdialog dan berdiskusi dengan siswa guna
mengembangkan penguasaan pengetahuan maupun ilmu tertentu. Learning to do
(belajar untuk rnelakukan sesuatu) akan bisa berjalan jika sekolah
memfasilitasi siswa untuk mengaplikasikan keterampilan yang dimilikinya
sehingga dapat berkembang dan dapat mendukung keberhasilan siswa nantinya.
Learning
to be (belajar untuk menjadi seseorang) erat
hubungannya dengan bakat dan minat, perkembangar fisik dan kejiwaan, tipologi
pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Bagi anak yang agresif, proses
pengembangan diri akan berjalan bila diberi kesempatan cukup luas untuk
berkreasi. Sebaliknya bagi anak yang pasif peran guru pengarah dan fasilitator
sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya dalam kegiatan belajar
dan pengembangan diri Selanjutnya, kebiasaan hidup bersama saling menghargai,
terbuka, memberi dan menerima perlu ditumbuhkembangkan termasuk dalam proses
belajar mengajar di sekolah. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya proses
‘learning to live together’ (belajar
untuk menjalani kehidupan bersama).
Dalam pelaksanaannya, tujuan belajar
yang utama ialah bahwa apa yang dipelajari itu berguna di kemudian hari, yakni membantu
kita untuk dapat belajar terus dengan cara yang lebih mudah, sehingga tercapai
proses pembelajaran seumur hidup (long
life education). Untuk
mewudkan hal ini, sangat dibutuhkan kerjasama antara berbagai pihak
terutama antara Peserta didik dengan pendidik. Peran guru sebagai pendidik
sangat penting; oleh karena itulah, guru dituntut dapat menerapkan berbagai model pembelajaran yang
efektif dan menarik bagi siswa dalam proses penyampaian materi pembelajaran.
Salah satu model pembelajaran yang aktif dan interaktif adalah model
pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual karena guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik.
Ada kecenderungan pemikiran bahwa anak
akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar
akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan
mengetahui, tetapi mampu melaksanakan. Sedangkan sebelumnya, pembelajaran berorientasi pada
penguasaan materi. Meskipun terbukti berhasil dalam penguasaan kognitif,
pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi gagal dalam membekali
anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang dan mengaplikasi
ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.
Pendekatan yang berorientasi pada
perlunya anak mengalami sesuatu sebagaimana yang ada dilingkungannya, dikenal
dengan istilah pendekatan kontektual (Contextual
Teaching and Learning /CTL). Pendekatan ini merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih
bermakna bagi peserta didik. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam
bentuk kegiatan peserta didik bekerja dan mengalami, bukan sekedar mentransfer
pengetahuan dari guru ke peserta didik.
Dalam kelas kontektual, tugas guru
adalah membantu peserta didik mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak
berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola
kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru
bagi anggota kelas (peserta didik). Sesuatu yang ditemukan sendiri, lebih
bermakna dan berkesan dari sekedar kata guru. Peran guru di kelas lebih
cenderung sebagai manajer atau pembelajar.
Pendekatan kontekstual dapat diterapkan
hampir pada setiap mata pelajaran. Dalam hal ini diterapkan pada mata pelajaran IPS di
Kelas IV SDN
Citapen Kecamatan Tawang Kabupaten Tasikmalaya, dan didasarkan kepada hasil
analisis pembelajaran IPS sebelumnya yang mengindikasikan bahwa proses
pembelajaran IPS di SDN Sumberjaya tersebut lebih dominan pada pengembangan
hafalan dan penguasaan teori, sedangkan dalam bentuk penerapan dalam kehidupan
sehari-hari dan upaya mencari oleh peserta didik sangat kurang.
Seiring dengan keinginan untuk
meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik serta kebermaknaan dalam pembelajaran
IPS di SDN Citapen tersebut, maka pendekatan kontekstual dipandang tepat
sebagai alternatif yang dipilih dalam pembelajaran selanjutnya. Selanjutnya penelitian ini diberi judul: IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI KENAMPAKAN ALAM DAN
SOSIAL BUDAYA UNTUK MENINGKATKAN
KREATIVITAS BELAJAR PESERTA DIDIK (Penelitian Tindakan Kelas Mata Pelajaran IPS di Kelas IV SDN Citapen Kecamatan
Tawang Kabupaten Tasikmalaya Tahun pelajaran 2009/2010)
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang
masalah di atas, teridentifikasi beberapa permasalahan dalam pembelajaran IPS
di SDN Citapen. Antara lain rendahnya kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah kenampakan alam dan
sosial budaya, rendahnya perhatian peserta didik pada
pembelajaran IPS, karena pembelajaran IPS dilaksanakan dengan mengerjakan
soal-soal latihan setelah mendapatkan penjelasan secara teoretis dari guru, model pembelajaran belum melibatkan peserta didik secara aktif, masih berpusat pada
guru, dan guru
belum memanfaatkan media pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan peserta
didik.
2. Batasan Masalah
Masalah utama
penelitian tindakan kelas ini dibatas pada pertanyaan apakah pendekatan
kontekstual pada pelajaran IPS di SDN Citapen Kecamatan Tawang Kabupaten
Tasikmalaya dapat meningkatkan kemampuan peserta didik pada pokok bahasan kenampakan alam.
C. Perumusan Masalah
Secara khusus,
permasalahan yang akan diteliti dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut :
1.
Bagaimanakah merencanakan pendekatan kontekstual pada pokok bahasan kenampakan alam dalam
pembelajaran IPS di Kelas IV SDN Citapen?
2.
Bagaimanakah melaksanakan pendekatan kontekstual pada pokok bahasan kenampakan alam dalam
pembelajaran IPS di Kelas IV SDN Citapen?
3.
Sejauhmana efektivitas pendekatan kontekstual dalam pokok bahasan
kenampakan alam dan sosial budaya pada mata pelajaran IPS ke kelas IV SDN
Citapen?
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Sejalan dengan
perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui tentang :
a.
Perencanaan penerapan pendekatan kontekstual pada pokok bahasan kenampakan alam dalam
pembelajaran IPS di Kelas IV SDN Citapen.
b.
Pelaksanaan pendekatan kontekstual pada pokok bahasan kenampakan alam dalam
pembelajaran IPS di Kelas IV SDN Citapen.
c.
Efektivitas pendekatan kontekstual dalam pokok bahasan kenampakan alam
dan sosial budaya pada mata pelajaran IPS ke kelas IV SDN Citapen.
2.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini dikategorikan
pada dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Manfaat teoretis dari
penelitian ini antara lain memberikan kontribusi positif terhadap pengembangan
ilmu pendidikan, khususnya dalam penerapan pendekatan kontekstual. Adapun kegunaan praktisnya diharapkan agar :
a.
Proses belajar mengajar di kelas tidak lagi
berjalan secara monoton
b.
Ditemukan pendekatan pembelajaran yang tepat, efektif
dan efisien.
c.
Hasil belajar dapat dirasakan manfaatnya langsung
oleh peserta didik.
d.
Keaktifan peserta didik dalam mengerjakan tugas
mandiri, kelompok, baik yang terstuktur maupun yang tidak terstruktur.
e.
Kualitas pembelajaran meningkat.
f.
Prestasi peserta didik meningkat.
g.
Peserta didik merasa dirinya mendapat perhatian
dan kesempatan untuk menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari.
h.
Peserta didik lebih bersemangat untuk mengikuti
pelajaran, maupun mempelajari materi pelajaran meskipun belum diajarkan.
.
0 Komentar untuk "CONTOH PROPOSAL PTK "