ads
ads

GURU IMPOR

GURU IMPOR
Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Praktisi Pendidikan)

 Katak boleh dalam tempurung. Hamster boleh berputar-putar dalam sarangnya. Manusia perlu gaul, belajar dan keluar dari zona nyaman. Manusia kadang harus anti mainstream. Manusia kadang harus think out of the box.  Dalam bahasa Ridwan Kamil adalah inovatif kolaboratif. Kita harus berinovasi dan berkolaborasi.

 Saat ini ada informasi yang diterima tidak utuh oleh para guru dan sebagian para “penggoreng” gosip tentang IMPOR GURU, GURU IMPOR.  Wawasan memang menentukan bagaimana orang bereaksi dan bernarasi. Saya sebut orang-orang yang wawasan dan literasinya pendek adalah kelompok BLEDUG DAR! Sumbu pendek dan cepat meledak. Serem!

 Faktanya bukan GURU IMPOR atau IMPOR Guru. Faktanya adalah sebuah upaya bagaimana mengundang guru-guru terbaik dari luar negeri untuk  sharing dengan para guru di Indonesia.  Menteri Puan mengatakan, "Kita ajak guru dari luar negeri untuk mengajarkan ilmu-ilmu yang dibutuhkan di Indonesia," kata Puan saat menghadiri diskusi Musrenbangnas, Jakarta, Kamis (9/5) seperti dilansir Antara.

 Nah kenapa banyak yang kebakaran kumis? Beruntung yang tidak berkumis tidak kebakaran.  Menteri Puan ingin ada sebuah kontribusi dari guru luar negeri pada siswa Indonesia dan guru Indonesia. Jangan sewot dan kurang percaya diri akan hadirnya guru luar negeri. Mereka bukan untuk menjadi PNS, PPPK atau pun menjadi guru honorer di negeri kita. Mereka hanya sebagai guru tamu pemantik dan objek komparasi bagaimana menjadi guru yang baik.

 Bahkan kalau boleh usul sebaiknya guru-guru luar negeri dikolaborasi dengan guru-guru berprestasi  internal menjadi guru mentor.  Mentor bagi guru-guru yang ngajarnya belum baik, belum pernah berprestasi, belum pernah menulis, belum pernah membuat buku atau masih menjadi guru biasa-biasa saja. Menteri Puan ingin guru-guru Indonesia lebih baik. Komparasi pada performa guru luar yang dianggap profesional.

 Kehadiran “guru impor” jangan  dibawa serem dan pendek fikir. Kehadiran mereka bukan untuk menggeser pekerjaan para guru PNS, guru  PPPK atau guru honorer.  Kehadiran mereka rencananya memberikan “sengatan” pada dunia pendidikan di Indonesia. Sengatan positif agar kita semua belajar pada guru-guru yang lebih baik. Bukankah Malayasia dahulu belajar pada kita. Mendatangkan guru-guru dari Indonesia? Kini mereka mulai meninggalkan kita.

 Hanya kodok yang boleh tetap dan menetap dalam tempurung.  Manusia harus bergaul lebih luas dan buka wawasan. Apalagi para guru, Ia harus lebih buka wawasan dan lebih pintar dari masyarakat umum.  Kehadiran guru-guru luar negeri adalah bagian dari ikhtiar membangkitkan prestasi layanan dunia pendidikan terhadap publik anak didik. Setiap ikhtiar yang tidak dholim harus dihargai.

 Ibarat kehadiran ustad-ustad  ternama  atau habieb-habieb  dari luar negeri untuk  berda'wah di Indonesia tidak apa-apa. Tidak akan mengeser atau merendahkan para ustad di dalam negeri.  Kehadiran para ulama dari luar negeri untuk ceramah di Indonesia sangat baik agar wawasan masyarakat kita dan para ulama kita bisa komparasi. Selama tidak provokasi dan menghina-hina kepala negara.   Kalau orang luar negeri itu lebih baik kita belajar darinya. Kalau ternyata mereka biasa biasa saja berarti kita sudah  sejajar. 

 Menteri Puan sebenarnya  menterjemahkan apa yang disampaikan Presidennya. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyatakan menyiapkan tiga jurus untuk menyelesaikan persoalan bangsa menyambut 100 tahun Indonesia Merdeka pada 2045 mendatang, termasuk agar Indonesia tidak masuk dalam jebakan kelas menengah (middle income trap).
Tiga jurus itu adalah pemerataan infrastruktur, reformasi birokrasi, dan pengembangan SDM (CNN).

 Saya sangat setuju pemerataan infrastruktur. Dahulu ada pemberontakan yang dilakukan para tokoh pejuang karena pembangunan terlalu Jawa Sentris atau Jakarta Sentris. Kini malah Ibukota mau dipindah ini menjelaskan keberpihakan dan tidak ada konsep Jakarta atau Jawa Sentris. NKRI adalah bukan Jawa Sentris. Pembangunan harus merata, adil dan memakmurkan bangsa dan menumbuhkan rasa kebangsaan. Kita harus move on. Move up!

 Saya sangat setuju reformasi birokrasi. Para pejabat di birokrasi terlalu dimanjakan. Tapi dalam melayani rakyat lelet dan kadang seenaknya. So pejabat! Padahal para birokrat pejabat ini hidupnya enak. Bahkan gaji para struktural itu tinggi-tinggi. Bagai langit dan bumi bila dibanding gaji para guru honorer.  Guru honorer naik angkot. Pejabat naik mobil dinas, sopir disopirin, bensin dibensinin dan bahkan tempat parkirnya  pun juga khusus  parkir pejabat. Reformasi birokrasi wajib!

 Saya setuju pengembangan SDM. SDM adalah kunci  sukses paling mendasar. Konon menurut  cendikiawan dari Islamabad, Dr. Farrukh Saleem  mengapa orang Yahudi begitu hebat. Mengapa orang-orang Yahudi banyak yang super cerdas dan sangat unggul dibanding manusia lainnya. Jawabannya  terkait pendidikan. Pendidikan akan melahirkan SDM.  SDM adalah modal dasar bangkitnya sebuah bangsa.

 Kembali ke lapltop terkait GURU IMPOR. Sebenarnya bukan guru impor melainkan guru dihadirkan sementara untuk  memberikan “best practice” bagaimana menjadi guru yang baik. Mengingat peserta didik Indonesia masih tertinggal dibanding peserta didik luar negeri.  Dimensi HOTS, attitude, seni, literasi dan sejumlah kekurangan lainnya masih perlu diperbaiki.  

Bangsa kita kadang masih berkutat pada kelulusan bukan kejujuran. Kecerdasan berbau angka lebih dipuja dibanding kecerdasan attitude. Masih ingatkah kita tentang anomali UN dahulu?  Bahkan oknum guru, kepsek, kadisdik dan kepala daerah pun terlibat. Rame-rame berlomba dalam kelulusan 100 persen bukan orientasi kejujuran. Ini namanya radikalisme pendidikan. 

 Tanggapan Ketua Umum PB PGRI sudah tepat. Mendukung setiap peningkatan mutu guru. Termasuk   rencana hadirnya sejumlah guru terbaik di Indonesia untuk dimanfaatkan sebagai learning communiity sesama guru Indonesia dan luar negeri. Bahkan Kepala sekolah berprestasi dari Jawa Timur bernama Bapak Sampun sangat menunggu kehadiran guru terbaik dari luar negeri agar dikirim ke sekolahnya.  

Bapak Sampun ingin sekolahnya ”melompat” lebih baik menjemput masa depan yang lebih kompetitif. Era disrupsi adalah era membuka diri bukan era mengurung diri atau sewot diri.  Tuntutan perubahan memaksa kita untuk belajar pada bangsa lain yang lebih maju. Bila tidak kejumudan akan terus membelenggu. Akhirnya  sekolah  tanpa branding dan sad ending.
0 Komentar untuk "GURU IMPOR"

Back To Top