SHALAT DAN KESEHATAN JIWA
Peranan shalat bagi
kesehatan jiwa telah banyak dikupas oleh beberapa penulis. Ada empat aspek
terapeutik yang terdapat dalam shalat diantaranya aspek olahraga, aspek
meditasi, aspek auto-sugesti, dan aspek kebersamaan .
Aspek olahraga, shalat adalah proses
yang menuntut suatu aktifitas fisik. Kontraksi otot, tekanan dan ‘massage’ pada
bagian otot-otot tertentu dalam pelaksanaan shalat merupakan suatu proses
relaksasi. Salah satu teknik yang banyak dipakai dalam proses gangguan jiwa
adalah pelatihan relaksasi atau relaxation training ( lihat Kanfer & Goldstein, 1982).
Lekrer melaporkan bahwa gerakan-gerakan otot-otot pada training relaksasi
tersebut dapat mengurangi kecemasan. Nizami mengatakan bahwa shalat
menghantarkan si pelaku dalam situasi seimbang (equilibrium) antara jiwa dan
raga (Arif Wibisono adi, 1985). Eugene Walker (1975) melaporkan hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa olahraga dapat mengurangi kecemasan jiwa.
Kalau dikaitkan dengan shalat yang penuh dengan aktivitas fisik dan ruhani,
tidak dapat dipungkiri bahwa shalatpun akan dapat menghilangkan kecemasan.
Hasil penelitian Arif Wisono Adi (1985) menunjukkan adanya korelasi negatif
yang signifikan antara keteraturan manjalankan shalat dengan tingkat kecemasan.
Makin rajin dan teratur orang melakukan shalat maka makin rendah tingkat kecemasannya.
Aspek meditasi, shalat adalah proses yang
menuntut ‘konsentrasi yang dalam’. Setiap Muslim dituntut untuk melakukan hal
tersebut, yang didalam bahasa arab disebut ‘ khusuk’. Beberapa hasil penelitian
tentang pengaruh meditasi terhadap perbedaan kecemasan jiwa telah dilaporkan
oleh Eugene Walker (1975). Ahli lain, Zuroff, dalam penelitian tentang
pengaruh ‘ transcendental meditation’ dan zen-Meditation menunjukkan bahwa
meditasi dapat menghilangkan kecemasan (Arif Wibisono Adi , 1985).
Aspek Auto-sugesti,
bacaan dalam melaksanakan shalat adalah ucapan yang dipanjatkan pada Allah.
Disamping berisi pujian pada Allah juga berisikan doa dan permohonan pada Allah
agar selamat di dunia dan akhirat. Ditinjau dari teori hipnosis yang menjadi
landasan dari salah satu teknik terapi kejiwaan, pengucapan kata-kata itu
berisikan suatu proses aoto-sugesti. Mengatakan hal-hal yang baik terhadap diri
sendiri adalah mensugesti diri sendiri agar memiliki sifat yang baik tersebut.
Proses shalat pada dasarnya adalah terapi yang tidak berbeda dengan
terapi ‘self-hypnosis.
Aspek kebersamaan, dalam
mengerjakan shalat sangat disarankan oleh agama untuk melakukannya secara
berjamaah (bersama orang lain). Pahala shalat berjamaah jauh lebih besar
(menurut salah satu hadis, 27 kali lipat) dari pada shalat sendiri. Ditinjau
dari segi psikologi kebersamaan itu sendiri memberikan aspek terapeutik.
Akhir-akhir ini berkembang terapi yang disebut terapi kelompok (group therapy)
yang tujuan utamanya adalah menimbulkan suasana kebersaan tadi. Beberapa ahli
psikologi berpendapat bahwa perasaan “keterasingan” dari orang lain adalah
penyebab utama terjadinya gangguan jiwa. Dengan shalat berjamaah perasaan
terasing dari orang lain itu dapat hilang.
Selain memberikan terapi
yang bersifat kuratif, agama juga memiliki aspek preventif terhadap gangguan
jiwa. Adanya perintah Allah untuk memelihara persaudaraan sesama manusia
(ukhuwah), saling memenuhi kebutuhan, saling merasakan penderitaan dan
kesenangan orang lain akan menjaga kemungkinan terjadinya gangguan jiwa.
0 Komentar untuk "SHALAT DAN KESEHATAN JIWA"