ads
ads

UAS GENAP SUFISME DAN NAFSIOLOGI

BAB I
PENDAHULUAN



Guru atau Mursyid dalam sistem tasawuf adalah asyrafunnasi fi at-tariqoh artinya orang yang paling tinggi martabatnya dalam suatu tarekat. Mursyid adalah seorang laki-laki yang memimpin thariqat dan persulukan di daerah-daerah tertentu.  Mursyid mengajarkan bagaimana cara mendekatkan diri kepada allah, sekaligus memberikan contoh bagaimana ibadah yang benar secara syari’at dan hakikat. Betapa penting keberadaan guru dalam suatu tarekat, dijelaskan tidaklah benar seseorang mengamalkan suatu tarekat tanpa guru. Guru tidak sekedar mengajarkan materi ajaran tasawuf tapi yang paling penting adalah melakukan talqin atau bai’at  yang tidak bisa dilakukan oleh orang lain.
Menyangkut pentingnya guru dalam mengamalkan tarekat, al-Ghazali menyatakan : begitulah halnya seorang murid membutuhkan seorang mursyid atau guru sang penunjuk, yang membimbingnya pada jalan yang lurus. Sebab jalan keagamaan terkadang begitu samar-samar, dan jalan setan begitu beraneka. Barangsiapa tidak punya sang penunjuk (mursyid) yang menjadi panutannya, dia akan dibimbing setan ke arah jalannya. Hendaklah dia berpegang teguh kepada gurunya bagaikan pegangan seorang buta dipinggir sungai, dimana dia sepenuhnya menyerahkan dirinya kepada pembimbingnya, serta tidak berselisih pendapat dengannya.


BAB II
PEMBAHASAN
METODE DAN KETELADANAN AL-MURSYID
MENDIDIK KARAKTER MURID


Sebagai metode yang dilakukan oleh guru mursyid dalam mendidik muridnya, beliau melalui amalan-amalan yang sudah disusun secara sistematis dan sudah disusun dengan begitu tepat. Salah satu metode yang dilakukan khususnya oleh mursyid tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya adalah dengan melalui kegiatan Manaqiban.
Pengertian manaqib secara bahasa, manaqib bentuk jamak dari kata manqaba yang asal katanya naqaba yang berarti lubang kecil di tembok tempat mengintip atau melihat , dalam tradisi sufi yankni melihat secara khusus tentang keutamaan perilaku dan keistimewaan seseorang, baik dalam ilmu maupun dalam amaliahnya. Kata naqaba atau naqib, dalam kamus Mukhtar al-Shilah, juga mengandung makna al-‘arif bi syahid al-qawm, yakni kearifan atau kebaikan seseorang yang banyak disaksikan oleh masyarakat umum.
Pelaksanaan amalan manaqib berjamaah paling sedikit satu kali dalam satu bulan dan susunan acara manaqib harus sesuai dengan Maklumat Nomor 50 PPS.III.1995 tanggal 11 Maret 1995 yang ditandatangani oleh Sesepuh Pondok Pesantren Suryalaya, KH. Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin ra.
1.    Pembukaan
2.    Pembacaan ayat Suci Al-Quran
3.    Pembacaan Tanbih
4.    Pembacaan Tawasul
5.    Pembacaan Manqobah dan do’a.
6.    Pembinaan pemahaman ‘amalan (Hidmat Ilmiyah).
7.    Pembacaan Shalawat Bani Hasyim 3X
Dalam Maklumat tersebut terdapat beberapa catatan penting antara lain :
a.    Kalau ada hal-hal penting yang ingin disampaikan kepada para ikhwan/akhwat atau sambutan dari pejabat termasuk permohonan barokah al-Fatihah adalah pada acara pembukaan.
b.    Setiap manaqib pada bulan Muharam, Rabiul Awwal, Rojab dan Dzulhijjah dibaca shalawat Badar setelah pembacaan ayat suci Al-Qur’an.
c.    Sebelum pembacaan Tanbih terlebih dahulu bertawasul kepada Syekh Abdulloh Mubarok Bin Nur Muhammad ra. Setelah selesai pembacaan Tanbih diteruskan membaca Untaian Mutiara dan akhirnya ditutup dengan membaca Al-Fatihah.
Sebagai esensi dari Tanbih adalah :
a.    Sinonim daripada Tanbih , yaitu wasiat, Amanat, Petunjuk, Pedoman, Peringatan, Pengajaran, Nasihat.
b.    Sedangkan materi Tanbih adalah Syekh Mursyid yang Arif bersemayam di Patapan Kajembaran Rahmanyah, Do’a Syekh Mursyid untuk segenap murid-murid beliau, Do’a Syekh Mursyid untuk pemimpin negara, Hak Prerogati Syekh Mursyid, Prinsi-prinsip orang yang beriman, Pedoman dalam pergaulan, Mengenal jati diri, Sistem Pengamalan Thareqat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, Tiga Filter dalam usaha mencari jalan kebenaran dan kebaikan, Tujuan Hidup, dan Kewajiban mengaplikasikan Tanbih dalam kehidupan sehari-hari secara nyata dan terasa.



BAB III
ANALISIS


Dari amalan manaqiban yang dilakukan oleh para ikhwan/akhwat Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN), dapat diambil makna pendidikan karakter yang sangat baik untuk pendidikan seorang Syekh pada muridnya. Di antara nilai-nilai atau pendidikan karakter yang terkandung dalam kegiatan atau amalan manaqib adalah sebagai berikut :
Pertama dalam kegiatan manaqib diawali dengan pembukaan yang baisanya dijadikan sebagai Khidmah do’a. Do’a tersebut dimulai dari mendo’akan sang Maha Guru dan seluruh keluarganya, kemudian pada kejayan agama dan negara serta mendo’akan seluruh anak-anak para ikhwan/akhwat atau seluruh jamaah manaqiban supaya mendapatkan barakah dan karomahnya dari acara khidmah manaqiban tersebut. Bahakan berdoa bagi seluruh Karuhun jamaah yang sudah meninggalkan alam dunia ini dengan dibacakan Surat Al-Fatihah, Surat Al-Ikhlash, Surat Al-Falaq, dan Surat An-Naas, dan diakhiri lagi dengan Surat Al-Fatihah.
Dari amalan ini berarti ada pendidikan kepada para jamaah untuk selalu mendoakan kepada semua hajat para jamaah  dan memndidik untuk selalu mendo’akan kepada seluruh jamaah yang sudah meninggal.
Selanjutnya nilai pendidikan karakter dan sebagai teladan dari bacaan Tanbih yang  penuh dengan pesan atau wasiat. Dalam Tanbih itu segala pesan kebaikan ada di dalamnya, sebagaimana  tersebut dalam Tanbih di bawah ini :







TANBIH WASIAT ALMARHUM
SEKH ABDULLAH MUBAROK BIN URMUHAMMAD
Tanbih


Tanbih ini dari Syaekhuna Almarhum Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad yang bersemayam di Patapan Suryalaya Kajembaran Rahmaniyah.
Sabda beliau kepada khususnya segenap murid-murid pria maupun wanita, tua maupun muda :
“Semoga ada dalam kebahagiaan, dikaruniai Allah Subhanahu Wata’ala kebahagiaan yang kekal dan abadi dan semoga tak akan timbul keretakan dalam lingkungan kita sekalian.
Pun pula semoga Pimpinan Negara bertambah kemuliaan dan keagungannya supaya dapat melindungi dan membimbing seluruh rakyat dalam keadaan aman, adil dan makmur dhohir maupun bathin.
Pun kami tempat orang bertanya tentang Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, menghaturkan dengan tulus ikhlas wasiat kepada segenap murid-murid : berhati-hatilah dalam segala hal jangan sampai berbuat yang bertentangan dengan peraturan agama maupun negara.
Ta’atilah kedua-duanya tadi sepantasnya, demikianlah sikap manusia yang tetap dalam keimanan, tegasnya dapat mewujudkan kerelaan terhadap Hadlirat Illahi Robbi yang membuktikan perintah dalam agama maupun negara.
Insyafilah hai murid-murid sekalian, janganlah terpaut oleh bujukan nafsu, terpengaruh oleh godaan setan, waspadalah akan jalan penyelewengan terhadap perintah agama maupun negara, agar dapat meneliti diri, kalau kalau tertarik oleh bisikan iblis yang selalu menyelinap dalam hati sanubari kita.
Lebih  baik  buktikan  kebajikan yang timbul dari  kesucian: :
1.    Terhadap orang-orang yang lebih tinggi daripada kita, baik dlohir maupun batin, harus kita hormati, begitulah seharusnya hidup rukun dan saling menghargai.
2.    Terhadap sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-galanya, jangan sampai terjadi persengketaan, sebaliknya harus bersikap rendah hati, bergotong royong dalam melaksanakan perintah agama maupun negara, jangan sampai terjadi perselisihan dan persengketaan, kalau-kalau kita terkena firman-Nya “Adzabun Alim”, yang berarti duka-nestapa untuk selama-lamanya dari dunia sampai dengan akhirat (badan payah hati susah).
3.    Terhadap oarang-orang yang keadaannya di bawah kita, janganlah hendak menghinakannya atau berbuat tidak senonoh, bersikap angkuh, sebaliknya harus belas kasihan dengan kesadaran, agar mereka merasa senang dan gembira hatinya, jangan sampai merasa takut dan liar, bagaikan tersayat hatinya, sebaliknya harus dituntun dibimbing dengan nasehat yahng lemah-lembut yang akan memberi keinsyafan dalam menginjak jalan kebaikan.
4.    Terhadap fakir-miskin, harus kasih sayang, ramah tamah serta bermanis budi, bersikap murah tangan, mencerminkan bahwa hati kita sadar. Coba rasakan diri kita pribadi, betapa pedihnya jika dalam keadaan kekurangan, oleh karena itu janganlah acuh tak acuh, hanya diri sendirilah yang senang, karena mereka jadi fakir-miskin itu bukannya kehendak sendiri, namun itulah kodrat Tuhan.
Demikanlah sesungguhnya sikap manusia yang penuh kesadaran, meskipun terhadap orang-orang asing karena mereka itu masih keturunan Nabi Adam a. s. mengingat ayat 70 Surat Irso yang artinya :
“Sangat kami mulyakan keturunan Adam dan kami sebarkan segala yang berada di darat dan di lautan, juga kami mengutamakan mereka lebih utama dai makhluk lainnya.”
Kesimpulan dari ayat ini, bahwa kita sekalian seharusnya saling harga menghargai, jangan timbul kekecewaan, mengingat Surat Al-Maidah yang artinya :
“Hendaklah tolong menolong dengan sesama dalam melaksanakan kebajikan dan ketaqwaan dengan sungguh-sungguh terhadap agama maupun negara, sebaliknya janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan terhadap perintah agama maupun negara".
Adapun soal keagamaan, itu terserah agamanya masing-masing, mengingat Surat Al-Kafirun ayat 6 :”Agamamu untuk kamu, agamaku untuk aku”,
Maksudnya jangan terjadi perselisihan, wajiblah kita hidup rukun dan damai, saling harga menghargai, tetapi janganlah sekali-kali ikut campur.
Cobalah renungakan pepatah leluhur kita:
“ Hendaklah kita bersikap budiman, tertib dan damai, andaikan tidak demikian, pasti sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna”. Karena yang menyebabkan penderitaan diri pribadi itu adalah akibat dari amal perbuatan diri sendiri.
Dalam surat An-Nahli ayat 112 diterangkan bahwa :
“Tuhan yang Maha Esa telah memberikan contoh, yakni tempat maupun kampung, desa maupun negara yang dahulunya aman dan tenteram, gemah ripah loh jinawi, namun penduduknya/ penghuninya mengingkari nikmat-nikmat Allah, maka lalu berkecamuklah bencana kelaparan, penderitaan dan ketakutan yang disebabkan sikap dan perbuatan mereka sendiri”.
Oleh karena demikian, hendaklah segenap murid-murid bertindak teliti dalam segala jalan yang ditempuh, guna kebaikan dlohir-bathin, dunia maupun akhirat, supaya hati tenteram, jasad nyaman, jangan sekali-kali timbul persengketaan, tidak lain tujuannya “ Budi Utama-Jasmani Sempurna “ (Cageur-Bageur).
Tiada lain amalan kita, Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, amalkan sebaik-baiknya guna mencapai segala kebaikan, menjauhi segala kejahatan dhohir bathin yang bertalian dengan jasmani maupun rohani, yang selalu diselimuti bujukan nafsu, digoda oleh perdaya syetan.
Wasiat ini harus dilaksanakan dengan seksama oleh segenap murid-murid agar supaya mencapai keselamatan dunia dan akhirat.
Amin.
Patapan Suryalaya, 13 Pebruari 1956
Wasiat ini disampaikan kepada sekalian ikhwan.

(KH.A Shohibulwafa Tadjul Arifin)
Selanjutnya setelah pembacaan Tanbih dilanjutkan dengan pembacaan Tawasul, hal ini dalam tawasul mengandung makna pendidikan karakter bahwa seluruh jamaah di didik untuk selalu mendo’akan kepada yang sudah meninggal terutama para tokoh sufi atau Tarekat sebagai Silsilah dalam tarekat. Tiada lain mereka yang di tawasulan itu merupakan para Guru-guru syekh yang berjasa dalam mengembangkan tarekat dari mulai didirikan sampai saat ini.
Setelah dibacakan Tawasul, kemudian dibacakan salah satu Manqobah Tuan Syekh Abdul Qodir Al-Jailani qs. Dalam isi manaqib tersebut banyak tauladan-tauladan yang patut di contoh dan diikuti oleh seluruh jamaah /ikhwan/akhwat TQN Pondok Pesantren Suryalaya. Setelah selesai membaca manqobah dilanjutkan dengan membaca do’a manaqib. Tentunya isi dari do’a tersebut hal-hal yang diinginkan oleh para jamaah yaitu demi keselamatan dunia dan akhirat serta keselamatan dunia dan akhirat.
Selanjutnya setelah membaca manqobah, sebagai khidmah amaliah, maka diteruskan dengan khidmah ilmiah. Dalam khidmah ilmiah disampaikan pula nasihat-nasihat, pembinaan dalam ibadah baik ibadah syari’at maupun hakikat dan makrifat. sehingga para jamaah diharapkan bisa mencapai tujuan hidupnya dengan memanfaatkan masa hidupnya dengan ibadah kepada Allah SWT. Sehingga tujuan yang selalu di ikrarkan itu dapat tercapai. Ikrar yang selalu kita ucapkan di setiap melaksanakan ibadah adalah :
الهي انت مقصود ورضاك مطلوبي اعطني محبتك ومعرفتك
“ Tuhanku, Eangkaulah yang aku maksud dan keridhoan-Mu yang aku cari, Berilah aku kemampuan untuk  bisa mencintaimu dan makrifat kepada-Mu.”
Dengan selalu dibacakan ikrar tersebut, maka iharapkan para jamaah ikhlas dalam setiap ibadah.
Terakhir dalam amalan manaqib itu adalah membaca shalawat Bani Hasyim, hal ini mendidik seluruh jamaah agar selalu mencintai Nabinya yaitu Nabi Muhammad SAW. Bahkan para jamaah dididik untuk supaya tartib disetiap selesai amalan atau disetiap selesai melakukan ibadah. Membaca shalawat itu menjadi penting, karena dengan dibacakan shalawat akan mengantarkan seluruh do’a kita pada Allah SWT. Sebagaimana dalam salah satu haditsnya yang artinya:
“ Tida ada suatu do’a kecuali terhijab (terhalang) antara do’a dengan Allah  sehingga  orang tersebut membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Maka dimana orang tersebut membaca shalawat pintu langit akan terbuka lebar dan do’anya kan terkabul.”



















BAB IV
KESIMPULAN


Cara seorang Mursyid dalam mendidik murid-muridnya adalah dengan cara melakukan amalan-amalan seperti halnya dalam amalan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya. Amalan para ikhwan /akhwat atau jamaah TQN diantaranya yaitu dengan amalan manaqiban. Dari pelaksanaan manaqiban tersebut banyak sekali nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat diambil dicontoh dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dalam menempuh tujuan hidup para jamaah.
Tujuan hidup para jamaah, yaitu untuk bisa ridha kepada Allah, Mahabbah kepada Allah, Makrifat kepada Allah. Akhirnya tujuan yang dicapai adalah selamat dan bahagia dunia akhirat.
0 Komentar untuk "UAS GENAP SUFISME DAN NAFSIOLOGI"

Back To Top