DZIKIR KEPADA ALLAH DICINTAI DAN DISENANGI (Dicintai dalam setiap keadaan/kegiatan)
Agar dapat melaksanakan ibadah haji, seorang mukmin terlebih dahulu harus memakai pakaian ihram, demikian pula seandainya ia hendak melaksanakan ibadah salat mesti berwudlu terlebih dahulu. Lain halnya dengan dzikir, seorang muslim bisa melakukan dzikir tanpa didahului oleh pekerjaan apapun. Sebab dzikir adalah jalan yang dapat secara langsung menghubungkan diri kepada Allah, juga sebagai wasilah untuk mendekatkan diri kepada Dzat yang dicintainya.
Sesungguhnya karena rahmat Allah lah setiap orang beriman dibolehkan melaksanakan dzikir dalam segala hal, malah sewaktu junub sekalipun, kecuali ketika membaca Al-Quran, sebab Al-Quran sendiri adalah dzikir.
Memang ada sebagian ahli tafsir yang berpendapat, bahwa keadaan yang diungkap dalam ayat di atas (yakni dzikir dalam keadaan berdiri duduk dan berbaring) adalah sikap orang yang sedang salat, yang mana salat sendiri didirikan untuk dzikir, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sikap yang tidak tetap dalam satu keadaan. Namun kebanyakan mufasir malah berpendapat bahwa pengertian ayat di atas tidak sesempit pemaknaan seperti tersebut, tetapi mencakup berdzikir dalam segala aktivitas bani Adam di luar salatnya. Allah berfirman :
Seperti halnya mesti kita memperhatikan wurud al-tartib dalam dua ayat tadi, yang kita pandang sebagi sikap yang paling utama bagi ahli dzikir, juga kita mesti meninjau kedua ayat tersebut menurut tartib al-akhtsariyah (kebanyakan yang berlaku dalam kenyatan hidup manusia), yaitu hidup yang ditempuh oleh seorang mukmin dalam kesehariannya. Sesungguhnya kesempatan untuk berdzikir dalam keadaan berdiri lebih banyak ketimbang dalam posisi yang lainnya, karena memang sebagian besar waktu manusia dipergunakan untuk berdiri, sisanya untuk duduk atau berbaring. Intinya berdzikir dalam segala keadaan.
Rasululloh mengkhabarkan kepada kita bahwa amal yang dimulai dengan tidak menyebut nama Allah adalah putus, tidak berkah, karena waktu yang dipergunakan orang mukmin itu adalah ibadah. Rasululloh menjelaskan kepada kita sebagian dzikir untuk dibaca dan diulang-ulang dalam segala kegiatan, baik sewaktu hendak, sedang, atau selesai melaksanakan sesuatu pekerjaan seperti tidur, bepergian, perang, dalam keadaan takut, terjatuh dalam musibah, ketika bingung, ketika kagum atas sesuatu kenikmatan atau keindahan dan lain-lain.
Allah juga menyuruh kita agar memakan sesuatu yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Demikian pula, kita menyebut nama Allah ketika kita sedang menyantap hidangan yang kita makan.
Sesungguhnya karena rahmat Allah lah setiap orang beriman dibolehkan melaksanakan dzikir dalam segala hal, malah sewaktu junub sekalipun, kecuali ketika membaca Al-Quran, sebab Al-Quran sendiri adalah dzikir.
ٱلَّذِينَ يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمٗا وَقُعُودٗا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَٰذَا بَٰطِلٗا سُبۡحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ ١٩١
“ (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”Memang ada sebagian ahli tafsir yang berpendapat, bahwa keadaan yang diungkap dalam ayat di atas (yakni dzikir dalam keadaan berdiri duduk dan berbaring) adalah sikap orang yang sedang salat, yang mana salat sendiri didirikan untuk dzikir, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sikap yang tidak tetap dalam satu keadaan. Namun kebanyakan mufasir malah berpendapat bahwa pengertian ayat di atas tidak sesempit pemaknaan seperti tersebut, tetapi mencakup berdzikir dalam segala aktivitas bani Adam di luar salatnya. Allah berfirman :
فَإِذَا قَضَيۡتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ قِيَٰمٗا وَقُعُودٗا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمۡۚ فَإِذَا ٱطۡمَأۡنَنتُمۡ فَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَۚ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتۡ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ كِتَٰبٗا مَّوۡقُوتٗا ١٠٣
“ Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”Seperti halnya mesti kita memperhatikan wurud al-tartib dalam dua ayat tadi, yang kita pandang sebagi sikap yang paling utama bagi ahli dzikir, juga kita mesti meninjau kedua ayat tersebut menurut tartib al-akhtsariyah (kebanyakan yang berlaku dalam kenyatan hidup manusia), yaitu hidup yang ditempuh oleh seorang mukmin dalam kesehariannya. Sesungguhnya kesempatan untuk berdzikir dalam keadaan berdiri lebih banyak ketimbang dalam posisi yang lainnya, karena memang sebagian besar waktu manusia dipergunakan untuk berdiri, sisanya untuk duduk atau berbaring. Intinya berdzikir dalam segala keadaan.
Rasululloh mengkhabarkan kepada kita bahwa amal yang dimulai dengan tidak menyebut nama Allah adalah putus, tidak berkah, karena waktu yang dipergunakan orang mukmin itu adalah ibadah. Rasululloh menjelaskan kepada kita sebagian dzikir untuk dibaca dan diulang-ulang dalam segala kegiatan, baik sewaktu hendak, sedang, atau selesai melaksanakan sesuatu pekerjaan seperti tidur, bepergian, perang, dalam keadaan takut, terjatuh dalam musibah, ketika bingung, ketika kagum atas sesuatu kenikmatan atau keindahan dan lain-lain.
Allah juga menyuruh kita agar memakan sesuatu yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Demikian pula, kita menyebut nama Allah ketika kita sedang menyantap hidangan yang kita makan.
ولا تاء كلوا مما لم يذكر اسم الله عليه
“ Dan janganlah kamu memkan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.”
0 Komentar untuk "DZIKIR KEPADA ALLAH DICINTAI DAN DISENANGI (Dicintai dalam setiap keadaan/kegiatan)"