Secara filosofis, pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) mempunyai jejak historis dalam pemikiran pemikiran para filsuf, baik filsuf Barat maupun Timur, termasuk filsuf Indonesia. Beberapa ahli atau filsuf tersebut di antaranya adalah Pestalozzi, Froebel, Montessori, Al-Ghazali, Ibnu Sina, Ki Hajar Dewantara, Hasyim Asyari, Ahmad Dahlan, dan lain-lain. Pandangan mereka dapat dipetakan menjadi dua perspektif. Kedua perspektif tersebut adalah sebagai berikut :
Pertama, perspektif pengalaman dan pelajran . PAUD adalah stimulasi bagi masa yang penuh dengan kejadian penting dan unik yang meletakkan dasar bagi seseorang dimasa dewasa. Fernie (1988) meyakini bahwa pengalaman-pengalaman belajar awal (anak-anak) tidak akan pernah bisa diganti oleh pengalaman-pengalaman berikutnya, kecuali dimodifikasi.
Kedua, perspektif hakikat belajar dan perkembangan . PAUD adalah suatu proses yang berkesinambungan anatara belajar dan perkembangan. Artinya, pengalaman belajar dan perkembangan awal merupakan dasar bagi proses belajar dan perkembangan selanjutnya. . menurut Orinstein menyatakan bahwa anak yang pada masa usia dininya mendapat rangsangan yang cukup dalam mengembangkan kedua belah otaknya (otak kanan dan otak kiri) akan memperoleh kesiapan yang menyeluruh untuk belajar dengan sukses/berhasil pada saat memasuki SD. Senada dengan belajar Orinstein, Marcon (1993) menjelaskan bahwa kegagalan anak dalam belajar awal akan menjadi tanda (prediktor) bagi kegagalan belajar pada kelas-kelas berikutnya. Begitu pula, kekeliruan belajar pada usia awal bisa menjadi penghambat bagi proses belajar pada usia-usia selanjutnya.
0 Komentar untuk "Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)"