ads
ads

MENYAMBUT RAMADHAN DENGAN TRADISI MUNGGAHAN

MENYAMBUT RAMADHAN DENGAN TRADISI MUNGGAHAN
Oleh : Oo Hanafiah, M.Ag
Setiap tradisi merupakan budaya turun temurun yang mau tidak mau harus dipertahankan oleh setiap generasinya , serta harus dipegang teguh karena itu salah satu bentuk rasa hormat kita terhadap leluhur di daerah tempat tradisi itu berkembang.Melestarikan dan mewariskan suatu tradisi adalah kewajiban kita sebagai generasi muda yang harus mempertahankannya agar tetap menjadi budaya dan tidak hilang karena pengaruh globalisasi dan modernisasi.
Seperti halnya di akhir bulan Sya’ban, menjelang bulan Ramadhan, ada sebuah tradisi yang sampai saat ini masih kerap dilaksanakan oleh masyarakat. Khususnya di tatar sunda, Jawa Barat. Hampir setiap daerah, setiap desa, setiap kota tidak melewatkan moment ini. Bahkan setiap daerah memiliki keunikan dan keanekaragaman masing-masing dalam tradisi menyambut datangnya bulan Ramadhan.Biasanya Munggahan dilaksanakan satu atau dua hari menjelang bulan Ramadhan. Masyarakat melaksanakan momentum ini dengan berbagai macam kegiatan seperti acara makan bersama-sama (botram) dengan keluarga, sanak saudara, kerabat dekat, dan tetangga di pegunungan, sawah, dan bukit-bukit. Adapun bentuk kegiatan lain dari tradisi munggahan yaitu ada yang mengunjungi tempat wisata dengan keluarga ataupun acara resmi keagamaan, dan ada yang berziarah ke makam wali, kuburan orang tua, syekh dan ulama penyebar Islam di suatu daerah.Saling memaafkan di antara sesama kaum Muslim terutama dengan kerabat, bermaksud untuk membersihkan jiwa dari segala dosa sesama manusia.

Intinya sama, yakni untuk mempersiapkan diri memasuki sasih siyam. Warga yang pergi ziarah, umpamanya, bermaksud menyucikan diri dan mengingatkan diri pada kematian. Di suatu kampung ada yang pergi ke sawah untuk botram (makan bersama-sama) bersama warga sekampung. Dalam tradisi “munggah”, biasanya seluruh anggota keluarga yang berada di luar kota akan berkumpul di tempat orang tuanya yang umumnya berada di pedesaan. Ini dilakukan untuk menjadi keharmonisan hubungan keluarga, menikmati saat santap sahur bersama yang sangat jarang dilakukan. Namun kini akibat pengaruh migrasi, tradisi “munggah” tidak lagi dianggap perlu dilakukan di kampung, di kota pun bisa. Misalnya dengan mengunjungi tempat hiburan atau tempat-tempat yang memungkinkan tetap mempertahankan tradisi ini. Kegiatan “munggah” umumnya dilakukan oleh individu, keluarga, dan kelompok masyarakat. Yang biasanya menonjol biasanya berupa kegiatan bersuci atau mandi besar, kemudian tabuhan-tabuhan bedug setelah salat subuh hingga menjelang malam pertama Ramadhan, dan acara membersihkan makam, serta makan bersama.
Dari sekian kegiatan munggahan, yang menonjol dari tradisi ini adalah, acara makan bersama yang selalu menjadi pusat perhatian. Tidak jarang pula, setiap kantor-kantor mengadakan acara Munggahan ini bersama para karyawannya.
Acara makan ini menjadi sangat menarik, manakala acara ini di selenggarakan di tempat-tempat tertentu yang menjadi favoritnya. Seperti di sekitar kebun pinggir sawah, sambil menikmati makanan dan pemandangan serta alam yang indah dan sejuk. Menu yang biasa disajikan dalam acara munggahan ini adalah bakar ikan, dengan pelengkap lalaban, sambal terasi, atau sambal dadak serta nasi liwet yang panas. Lebih enak lagi kalau nasi liwetnya disajikan di atas daun pisang.
Dengan begitu, rasa kebersamaannya pun lebih terasa. Itu merupakan sajian yang lezat dan menjadi ciri khas ketika berada di kampung. Makan bersama pada waktu munggah rasanya berbeda dengan hari-hari biasa, lebih spesial. Tentunya masyarakat juga menyiapkan menu yang lebih mewah dibanding hari-hari biasa untuk makan sahur pertama. Orang yang kurang mampu banyak juga yang memaksakan untuk membeli lauk yang sedikit lebih mewah karena mereka menganggap setahun sekali tidak apa-apa makan mewah. Bahkan ada yang rela untuk berhutang kepada tetangganya. Bisa terlihat bagaimana antusias masyarakat pada tradisi munggahan ini. Karena itulah tradisi ini perlu dipelihara, jangan sampai pudar di makan zaman.Tradisi munggahan bukan hanya sebuah kebiasaan yang sudah menjadi budaya bagi masyarakat sunda. Tradisi munggahan memberikan banyak manfaat dan makna bagi mereka. Diantaranya mempererat silaturahmi baik dengan keluarga, teman, sahabat, kerabat, saudara bahkan juga dengan tetangga kita sendiri. 
Disamping kita dapat bersilaturahmi, kita juga dapat saling memaafkan sehingga kita mempunyai hati yang bersih untuk memulai ibadah puasa. Kita juga bisa memberikan kebutuhan pokok pada warga miskin tanpa membeda-bedakan untuk digunakan pada hari pertama menjalankan puasa. Selain itu juga merupakan bentuk rasa syukur kita kepada Allah SWT.Tradisi munggahan adalah untuk introspeksi diri dari segala kesalahan yang sudah pernah kita lakukan sebelumnya, dan semoga sebelum memasuki bulan Ramadhan tersebut, segala kesalahan kita terutama kepada sahabat, teman dan keluarga dapat diampuni. Yang pada akhirnya kita memasuki bulan Ramadhan dalam keadaan bersih hati dan bersih diri.Nilai-nilai yang terkandung dari silaturahmi ini sangatlah penting untuk tetap kita pertahankan bahkan kepada anak cucu kita kelak. Karena seperti di zaman sekarang ini dimana rasa persaudaraan sudah mulai pudar, maka dengan tradisi munggahan ini di harapkan dapat mempererat silaturahmi diantara kita sebagai umat manusia yang mengaku keturunan Nabi Muhammad saw.
Dengan demikian, tradisi yang terlihat sederhana ini harus tetap di jaga dan dilestarikan, khususnya bagi masyarakat di tatar sunda, Jawa Barat. Karena tradisi ini memiliki banyak manfaat dan makna tersendiri. Intinya, dengan munggahan kita dapat menyucikan diri dari dosa lewat silaturahmi dan sebagai bentuk rasa syukur kita terhadap Allah SWT, serta menunjukkan rasa bahagia, rasa hormat, dan merupakan antusias kita terhadap datangnya bulan Ramadhan. Bagi masyarakat Jawa Barat mari kita pegang teguh tradisi leluhur kita ini.


0 Komentar untuk "MENYAMBUT RAMADHAN DENGAN TRADISI MUNGGAHAN"

Back To Top