ads
ads

‘Uzlah dan Khalwat

‘Uzlah dan Khalwat

‘Uzlah artinya mengasingkan diri dari keramaian dunia ke suatu tempat dengan tujuan agar konsentrasi beribadah kepada Allah semata.  Khalwat merupakan sifat ahli sufi. Hakikat khalwat adalah pemutusan hubungan dengan mahluk menuju penyambungan dengan al-Haqq.  Khalwat bagi  salik mubtadi (pengamal tarekat baru)  harus dibawah bimbingan Guru Mursyid. Lama masa berkhalwat tergantung pada bimbingan guru  bisa jadi  sepuluh  hari, dua puluh  hari hingga empat puluh hari. Paling sedikit tiga hari. Biasanya selama berkhalwat, si salik tidak boleh memakan makanan yang asalnya  bernyawa, seperti daging, telor, ikan dan yang lainnya. Dalam pada itu salik harus dawam mempunyai wudlu, tidak banyak berbicara dan terus –terus mengamalkan zikir-zikir yang diberikn gurunya.
Khalwat adalah bagian dari riyadoh. Disebutkan,  seorang salik tidak akan sampai ke maqam ma’rifah kecuali dengan  melakukan khalwat. Para Nabi melakukan khalwat, demikian juga para wali dan para sufi mengamalkannya.
Di dalam al-Qur’an  surat al-A’araf ayat 142 disebutkan bahwa Musa disuruh berkhalwat sebelum beliau menerima Taurat.
Allah berfirman:

وَوَٰعَدۡنَا مُوسَىٰ ثَلَٰثِينَ لَيۡلَةٗ وَأَتۡمَمۡنَٰهَا بِعَشۡرٖ فَتَمَّ مِيقَٰتُ رَبِّهِۦٓ أَرۡبَعِينَ لَيۡلَةٗۚ وَقَالَ مُوسَىٰ لِأَخِيهِ هَٰرُونَ ٱخۡلُفۡنِي فِي قَوۡمِي وَأَصۡلِحۡ وَلَا تَتَّبِعۡ سَبِيلَ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ١٤٢وَلَمَّا جَآءَ مُوسَىٰ لِمِيقَٰتِنَا وَكَلَّمَهُۥ رَبُّهُۥ قَالَ رَبِّ أَرِنِيٓ أَنظُرۡ إِلَيۡكَۚ قَالَ لَن تَرَىٰنِي وَلَٰكِنِ ٱنظُرۡ إِلَى ٱلۡجَبَلِ فَإِنِ ٱسۡتَقَرَّ مَكَانَهُۥ فَسَوۡفَ تَرَىٰنِيۚ فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُۥ لِلۡجَبَلِ جَعَلَهُۥ دَكّٗا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقٗاۚ فَلَمَّآ أَفَاقَ قَالَ سُبۡحَٰنَكَ تُبۡتُ إِلَيۡكَ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ١٤٣

Dan Telah kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), Maka sempurnalah waktu yang Telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. dan Berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: "Gantikanlah Aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah[564], dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan".
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan kami) pada waktu yang Telah kami tentukan dan Tuhan Telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar Aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi Lihatlah ke bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu [565], dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, Aku bertaubat kepada Engkau dan Aku orang yang pertama-tama beriman".

Maksudnya: perbaikilah dirimu dan kaummu serta hal ihwal mereka.
Para Mufassirin ada yang mengartikan yang nampak oleh gunung itu ialah kebesaran dan kekuasaan Allah, dan ada pula yang menafsirkan bahwa yang nampak itu hanyalah cahaya Allah. Bagaimanapun juga nampaknya Tuhan itu bukanlah nampak makhluk, hanyalah nampak yang sesuai sifat-sifat Tuhan yang tidak dapat diukur dengan ukuran manusia.
Sebelum Taurat diberikan Allah kepada Musa, Allah menyuruh Musa berkhalwat selama tiga puluh hari dengan berpuasa, beribadah dan berzikir. Setelah tiga puluh harin Allah menyuruh Musa menyempurnakan khalwatnya menjadi empat puluh hari, tepatnya tiga puluh hari pertama dilakukan pada bulan Dzul Qa’dah dan sepuluh hari sisanya dilakkannya pada bulan Dzul Hijjah. Setelah khalwat maka Allah pun memberikan Taurat kepada Musa di bukit Sinai (Thur Sinai).
Demikian juga Rasulullah sebelum diangkat menjadi Rasul, beliau selalu berkhalwat di Gua Hira sampai akhirnya datanglah wahyu kepada beliau  yang menyuruh beliau berdakwah secara terbuka. Hadis riwayat Bukhari menyebutkan sebagai berikut:

“Diberi kesenangan kepada Nabi saw, untuk melakukan khalwat di Gua Hira, lalu Nabi mengasingkan diri  di dalamnya, dengan jalan beribadah beberapa malam yang berbilang-bilang”
Di dalam kitab Tanwīr al-Qulūb, Syaikh Amin Kurdi menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang salik yang akan berkhalwat yaitu:

1.    Niat dengan ikhlas
2.    Meminta izin kepada mursyidnya
3.    ‘Uzlah
4.    Masuk ke tempat khalwat mendahulukan kaki kanan  dengan membaca ta’awwuz, basmalah dan membaca surat an-Nās tiga kali.
5.    Dawām al-Wudlu.
6.    Jangan bertujuan ingin mendapat karamat.
7.    Tidak menyandarkan badan ke dinding.
8.    Rabithah.
9.    Berpuasa.
10.    Diam dan terus Zikrullah.
11.    Waspada terhadap godaan yang empat, syaitan, materi, nafsu dan syahwat. Laporkan kepada guru apa yang terjadi sewaktu khalwat.
12.    Menjauhi sumber suara.
13.    Salat fardu tetap berjam’ah demikian juga jum’at tidak oleh ditinggalkan.
14.    Jika harus ke luar maka kepala tutup dan melihat ke tanah.
15.    Jangan tidur.
16.    Tidak lapar tidak kenyang.
17.    Jangan membuka pintu kepada orang yang bermaksud meminta barkah kepadanya.
18.    Semua keni’matan yang dialaminya harus merasa dari Syaikh.
19.    Menapikan getaran dan lintasan dalam hati, karena boleh jadi mengganggu khusu’ hati.

0 Komentar untuk "‘Uzlah dan Khalwat "

Back To Top