ads
ads

Pengertian Mursyid

Pengertian Mursyid

Mursyid adalah seorang laki-laki yang memimpin thariqat dan persulukan di daerah-daerah tertentu. Di sebuah daerah tidak boleh ada dua orang mursyid. Tugas Mursyid selain mengajar, membimbing, mendidik murid-murid dalam mengamalkan ajaran thariqat, juga membimbing mereka supaya senantiasa berkekalan mengingat Allah dan mempunyai akhlakul karimah.
Mursyid adalah sebutan untuk seorang guru pembimbing dalam dunia thoriqoh, yang telah memperoleh izin dan ijazah dari guru mursyid diatasnya yang terus bersambung sampai kepada guru mursyid Shohibuth Thoriqoh yang muasal dari Rasulullah SAW untuk mentalqin dzikir / wirid thoriqoh kepada orang-orang yang datang meminta bimbingannya (murid). Dalam thoriqoh Tijaniyyah sebutan untuk mursyid adalah “muqoddam”.
Guru atau mursyid dalam sistem tasawuf adalah asyrafunnasi fi at-tarqah, artinya orang yang paling tinggi martabatnya dalam suatu tarekat. Mursyid mengajarkan bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah sekaligus memberikan contoh bagaimana ibadah yang benar secara hakikat dan syari’at. Betapa pentingnya keberadaan guru dalam tarekat, sehingga dinyatakan  bahwa tidak benar seseorang mengamalkan  suatu tarekat tanpa guru.
Mursyid mempunyai kedudukan yang penting dalam ilmu thoriqoh. Karena ia tidak saja merupakan seorang pembimbing yang mengawasi murid-muridnya dalam kehidupan lahiriyyah sehari-hari agar tidak menyimpang dari ajaran islam dan terjerumus dalam kemaksiatan, tetapi ia juga merupakan pemimpin kerohanian bagi para muridnya agar bisa wushul (terhubung) dengan Allah SWT. Karena ia merupakan washilah (perantara) antara si murid dengan Allah SWT. Demikian keyakinan yang terdapat dikalangan ahli thoriqoh. Oleh karena itu, jabatan ini tidak boleh di pangku oleh sembarang orang, sekalipun pengetahuannya tentang ilmu thoriqoh cukup lengkap.Tetapi yang terpenting ia harus memiliki kebersihan rohani dan kehidupan batin yang tulus dan suci.
Bermacam-macam sebutan yang mulia diberikan kepada seorang guru musyid ini; seperti Nasik (orang yang sudah mengerjakan mayoritas perintah agama), Abid (orang yang ahli dan ikhlas mengerjakan segala ibadahnya), Imam (orang yang ahli memimpin tidak saja dalam segala bentuk ibadah syariat, tetapi juga masalah aqidah/keyakinan), Syaikh (orang yang menjadi sesepuh atau yang dituakan dari suatu perkumpulan), Saadah (penghulu atau orang yang dihormati dan diberi kekuasaan penuh) dan lain sebagainya.
Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdy, seorang penganut thariqah Naqsyabandiyah yang bermazhab syafi’i dalam kitabnya Tanwirul Qulub Fi Muamalati Allamil Ghuyub menyatakan bahwa yang dinamakan Syaikh/Mursyid itu adalah orang yang sudah mencapai maqom Rijalul Kamal, seorang yang sudah sempurna suluk/lakunya dalam syari’at dan hakikat menurut Al Qur’an, sunnah dan ijma’.  Hal yang demikian itu baru terjadi sesudah sempurna pengajarannya dari seorang mursyid yang mempunyai maqom (kedudukan) yang lebih tinggi darinya, yang terus bersambung sampai kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang bersumber dari Allah SWT dengan melakukan ikatan-ikatan janji dan wasiat (bai’at) dan memperoleh izin maupun ijazah untuk menyampaikan ajaran suluk dzikir itu kepada orang lain. Seorang mursyid yang diakui keabsahanya itu sebenarnya tidak boleh dari seorang yang jahil, yang hanya ingin menduduki jabatan itu karena didorong oleh nafsu belaka.
Mursyid yang arif yang memiliki sifat-sifat dan kesungguhan seperti yang tersebut di atas itulah yang diperbolehkan memimpin suatu thariqah. Mursyid merupakan penghubung antara para muridnya dengan Allah SWT, juga merupakan pintu yang harus dilalui oleh setiap muridnya untuk menuju kepada Allah SWT. Seorang syaikh /mursyid yang tidak mempunyai mursyid yang benar di atasnya, menurut Al-Kurdy, maka mursyidnya adalah syetan. Seseorang tidak boleh melakukan irsyad (bimbingan) dzikir kepada orang lain kecuali setelah memperoleh pengajaran yang sempurna dan mendapat izin atau ijazah dari guru mursyid di atasnya yang berhak dan mempunyai silsilah yang benar sampai kepada Rasulullah SAW.
Al-Imam Ar-Roziy menyatakan bahwa seorang syaikh yang tidak berijazah dalam pengajarannya akan lebih merusakkan terhadap para muridnya daripada memperbaikinya, dan dosanya sama dengan dosa seorang perampok, karena dia menceraikan murid-murid yang benar dari pemimpin-pemimpinnya yang arif.


E.    Kriteria Mursyid dan Adab Guru Mursyid
Seorang mursyid memiliki tanggung jawab yang berat. Oleh karena itu seorang mursyid memiliki kriteria dan adab sebagaimana dikemukakan oleh Cecep Alba dan KH. A. Aziz Masyhuri dalam bukunya Tasawuf dan Tarekat Dimensi Esoteris Ajaran Islam  dan dalam buku Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf,  yang menjadi kriteria mursyid adalah :
1.    Seorang mursyid harus orang Alim, dan ahli di dalam memberikan isyarat (ketentuan-ketentuan) kepada muridnya dalam masalah fiqh/syari’ah dan masalah tauhid/akidah dengan pengetahuan yang dapat menyingkirkan segala prasangka dan keraguan dari hati para muridnya mengenai persoalan tersebut.
2.    Seorang mursyid harus ‘arif, dengan segala kesempurnaan hati, etika, kegelisahan jiwa dan penyakitnya serta mengetahui cara menyembuhkannya kembali dan memperbaiki seperti semula.
3.    Seorang mursyid harus sabar dan mempunyai rasa belas kasihan yang tinggi kepada muridnya.
4.    Seorang mursyid harus pandai menyimpan rahasia murid-muridnya.
5.    Seorang mursyid tidak boleh menyalahgunakan kedudukan sebagai seorang guru spiritual atau orang yang paling tinggi martabatnya dalam tarekat.
6.    Seorang mursyid harus bijaksana.
7.    Seorang mursyid harus disiplin.
8.    Seorang mursyid harus menjaga lisan dan nafsu keduniaan.
9.    Seorang mursyid harus mempunyai hati yang ikhlas.
10.    Selalu menjaga jarak antara dirinya dengan muridnya.
11.    Memelihara harga diri, wibawa dan kehormatan.
12.    Mursyid harus bisa memberi petunjuk tertentu pada situasi tertentu kepada muridnya.
13.    Merahasiakan hal-hal yang istimewa.
14.    Mursyid selalu mengawasi muridnya dalam kehidupan sehari-hari.
15.    Merahasiakan segala gerak gerik kehidupannya.
16.    Seorang ursyid harus mencegah berlebihan dalam makan dan minum.
17.    Seorang mursyid harus menyediakan tempat berkhalwat bagi murid-muridnya.
18.    Menutup pergaulan murid dengan mursyid yang lain.
Membahas masalah yang sama, Amin Kurdi dalam bukunya Tanwir Al-Qulub  mengutarakan kriteria mursyid sebagai berikut :
1.    Seorang mursyid hendaklah mengetahui hukum fiqih dan tauhid yang diperlukan oleh para pengikut jalan ruhani, sekedar untuk menghilangkan ketidakjelasan yang diajukan oleh para pengikut mubtadi sehingga dia tidak perlu bertanya kepada yang lain.
2.    Mengenal berbagai kesempurnaan hati, etika-etikanya, wabah dan penyakit-penyakit jiwa erta cara menjaga kesehatan dan kestabilannya.
3.    Bermurah hati dan berbelas kasih kepada kaum muslimin, murid-murid tak mampu mengendalikan nafsu dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk, maka ia harus bersikap arif dan toleran dan tidak membuat mereka putus asa dari melakukan suluk. Ia bergaul dengan mereka dengan ramah sehingga mereka mendapat hidayah.
4.    Menutup aib para murid, yang terlihat olehnya.
5.    Bersih hati terhadap harta para murid, serta tidak tamak terhadap sesuatu yang mereka miliki.
6.    Menyebarkan apa yang diperintahkan Allah dan mencegah apa yang dilarang-Nya dengan kata yang berkesan dalam jiwa para murid.
7.    Tidak duduk bersama murid-muridnya kecuali hanya sekedar yang diperlukan. Ia selalu mengingatkan mereka pada beberapa ajaran tarekat dan syari’at, agar mereka bersih dari kejelekan bisikan-bisikan hawa nafsu dan godaan setan, juga agar mereka beribadah dengan cara yang benar.
8.    Ucapannya bersih dari campuran-campuran hawa nafsu, senda gurau yang berlebihan  dan sesuatu yang tidak bermakna.
9.    Sangat toleran terhadap hak-hak dirinya serta tidak mengharapkan dimuliakan atau dihormati. Ia juga menuntut haknya dari para murid  dengan sesuatu yang mereka tidak mampu melakuannya, tidak mempersiapkan amalan-amalan yang membuat mereka jemu.
10.    Jika melihat salah seorang murid di dalam hatinya hilang rasa hormat dan wibawa karena banyak duduk dan bergaul bersamanya, dia menyuruhnya duduk berkhalwat di tempat yang tidak begitu jauh dan juga tidak begitu dekat, tetapi di antara keduanya.
11.    Apabila ia tahu bahwa penghormatan kepadanya jatuh dari hati seorang murid, ia mengubahnya dengan penuh kasih sayang, sebab hal tersebut merupakan musuh yang paling besar.
12.    Tidak lalai dalam membimbing murid menuju sesuatu yang dapat memperbaiki kondisi rohaninya.
13.    Apabila seorang murid mensifati mimpi atau ketersingkapan (mukasyafah) atau penyaksian gaib (musyahadah) yang didapatinya kepada syekh, ia tidak membicarakan rahasia yang tersimpan di balik itu padanya, tetapi syekh memberinya tambahan amalan yang dapat mendorong dan menaikkannya pada tahapan rohani yang lebih tinggi dan lebih mulia. Kapan saja syekh membicarakan atau menjelaskannya, sungguh hal tersebut dalam hak syekh yang merupakan satu kesalahan, sebab si murid akan memandag dirinya tinggi sehingga tingkatan rohaninya justru akan jatuh.
14.    Mencegah murid-muridnya berbicara dengan orang-orang selain ikhwan (saudara seperguruannya) kecuali karena darurat. Juga mencegah berbicara dengan ikhwannya mengenai karomat dan hal-hal yang datang kepada mereka. Apabila dalam hal tersebut syekh bersikap toleran, ia benar-benar ia melakukan kesalahan. Sebab bisa membuat mereka arogan dan angkuh yang menyebabkan mereka terhambat.
15.    Selalu berkhalwat (menyendiri) dan tidak mengijinkan seorang muridpun masuk menemuinya kecuali orang yang khusus baginya. Juga berkhalwat dengan cara berkumpul bersama sahabat-sahabatnya.
16.    Sama sekali tidak mengizinkan muridnya melihat-lihat setiap gerakannya, mengetahui rahasianya, mencari tahu tentang cara tidur, cara makan, cara minum, dan lain-lain. Sang murid, bila mencari tahu tentang hal tersebut, barangkali akan berkurang rasa hormat pada syekhnya, sebab kelemahan si murid dalam mengetahui kondisi rohani orang-orang besar yang sempurna. Apabila syekh melihat seorang murid memata-matai dirinya guna mencari kemaslahatan si murid itu sendiri.
17.    Selamanya tidak toleran terhadap murid yang banyak makan, sebab bila toleran dapat merusak segala hal yang sedang ia lakukan bagi murid, dan dikhawatirkan menjadi seperti banyak orang yang menjadi hamba sahaya bagi perutnya.
18.    Melarang sahabat-sahabatnya bergaul dengan sahabat-sahabat syekh lain, sebab bahayanya bagi para murid sangat cepat. Kecuali bila syekh melihat mereka tetap mencintainya dan tidak dikhawatirkan terjadi kegoncangan. Jika demikian adanya maka tidaklah berbahaya.
19.    Menjaga diri dari bolak balik kepada penguasa (umara) agar tidak dicontoh oleh murid-muridnya. Kalau demikian, ia harus menanggung dosanya dan dosa mereka yang mencontohnya. Sebagaimana dalam hadits dijelaskan : “ Barangsiapa membuat suatu kebiasaan jelek, maka ia harus menanggung dosanya dan dosa orang yang melakukannya.” (HR. Muslim dan Tirmizi).
20.    Pembicaraannya kepada para murid dilakukan dengan cara sangat kasih sayang. Dia sangat hati-hati dari mencaci dan memaki mereka agar jiwa mereka tidak menjauh darinya.
21.    Jika diundang oleh salah seorang muridnya, ia memenuhinya dan melakukannya dengan cara terhormat serta menjauhkan diri hal-hal yang tidak baik atau bersikap ‘iffah.
22.    Apabila duduk di hadapan murid-muridnya, ia duduk dengan tenang dan berwibawa. Ia tidak banyak melirik mereka, tidak tidur dan tidak membentangkan kaki di hadapan mereka. Ia menahan pandangan dan merendahkan suaranya. Ia tidak menjelek-jelekan akhlaknya di hadapan mereka, sebab pada kenyataannya mereka meyakini seluruh sifat-sifat terpuji berada padanya dan mereka akan meniru.
23.    Jika seorang murid masuk menemuinya, ia tidak bermuka masam. Jika ia berpamitana pulang, ia mendoakannya tanpa diminta terlebih dahulu. Sebaliknya, jika ia masuk menemui salah seorang muridnya, ia berada dalam keadaan paling sempurna dan kondisi jiwa yang paling baik.
24.    Jika salah seorang muridnya tidak hadir, ia bertanya tentangnya dan mencari tahu alasan tentang ketidakhadirannya. Jika simurid tadi sakit, ia menengoknya. Jika si murid ada dalam hajat, ia membantunya. Jika murid gaib karena uzur, maka ia mendoakannya.
0 Komentar untuk "Pengertian Mursyid"

Back To Top