ads
ads

Sejarah Abah Anom yang ditulis oleh KH. Zaenal Abidin Anwar

Sejarah Abah Anom yang ditulis oleh KH. Zaenal Abidin Anwar


Menurut Zaenal Abidin Anwar dalam buku Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah Pondok Pesantren Suryalaya mengatakan bahwa ajaran Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) di Suryalaya, Jawa Barat, dikembangkan dua tokoh  utama yaitu Abah Sepuh, dan penerusnya yakni putranya sendiri, KH A. Shohibulwafa Tajul Arifin ( Abah Anom). Abah sepuh mengajarkan pelajaran TQN melalui ceramah--ceramahnya di masjid-masjid dan pertemuan-pertemuan non-formal di rumah murid-muridnya. Jadi jelaslah bahwa ajaran TQN belum tertulis dengan rinci pada masa tersebut.
Sementara itu, pada zaman Abah Anom, ajaran TQN mulai ditulis dan kemudian dicetak dalam kitab yang berjudul Miftah Al-Sudur. Menurut Abah Anom tujuan kitab ini adalah untuk menyampaikan kepada murid¬muridnya tentang teori dan praktik ajaran TQN, untuk mencapai ketenangan dalam kehidupan di Dunia dan kebahagiaan di Akhirat. Gelar Abah Anom diambil dan bahasa Sunda berarti "bapak/kiai muda," dianugrahkan kepadanya ketika masih usia muda.
Dia lahir pada 1 Januari 1915 di Suryalaya Jawa Barat, putra kelima dari Abah Sepuh, ibunya bernama H. Juhriah. Menurut saudara perempuannya, Didah, Abah Anom punya nama lain yaitu Mumum Zakamunji (H. Sohib), sebagimana dia tuliskan dalam tulisannya tentang biograpi ayahandanya, Abah Sepuh. Abah Anom masuk sekolah dasar Belanda di Ciamis antara 1923-1929, kemudian meneruskan ke sekolah menengah di Ciawi, Tasikmalaya (1929-1931).
Pada usia 18 tahun dia sudah menjadi wakil talqin, mewakili ayahnya untuk membai'at mereka yang masuk TQN. Kemudian Abah Anom belajar berbagai macam-macam ilmu agama Islam di beberapa pesantren di Jawa Barat, seperti di Cicariang kemudian di pesantren Gentur dan Jambudipa (Kabupaten Cianjur), lalu di pesantren Cireunghas, Cimalati (kabupaten Sukabumi), tempat dia mempelajari ilmu hikmah dan tarekat, dan seni bela diri silat.
Abah Anom juga melakukan latihan spiritual (riyadah) dibawah bimbingan ayahnya sendiri, Abah Sepuh. Abah Anom sering mengunjungi atau berziarah ke makam para wali pada waktu belajar di pesantren Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah. Kemudian dia pergi ke Bangkalan, ditemani kakaknya H. A Dahlan dan wakil Abah Sepuh lainnya, yaitu KH Paqih dari Talaga Majalengka. Abah Anom menikah dengan Euis Ru'yanah pada 1938 dalam usia 23 tahun.
Pada tahun yang sama, dia pergi ke Makkah ditemani oleh keponakannya, Samri Hasanuddin dan tinggal di Makkah selama tujuh bulan untuk belajar. Dia belajar tasawuf dan tarekat dengan Syaikh Romly dari Garut, wakil Abah Sepuh yang tinggal di Jabal Qubesy, dekat Mekkah. Sepulangnya dari Makkah pada 1939, dia membantu ayahnya mengajar di Pesantren Suryalaya dan kemudian membantunya dalam perang kemerdekaan (1945-1949). Pada 1953, dia ditunjuk untuk memimpin pesantren Suryalaya dan bertindak mewakili Abah Sepuh. Selama 1953-1962, Abah Anom aktif menolong tentara Indonesia melawan pemberontakan Kartosuwiryo.
Selama 1962-1995, dia membantu pemerintah di daerah Suryalaya dalam hal pertanian, pendidikan, lingkungan, sosial, kesehatan, koperasi, dan politik. Dia banyak menerima penghargaan dari pemerintah, seperti Satya Lencana Bhakti Sosial (Penghargaan Indonesia untuk Dedikasi Sosial) dan Kalpataru (sebuah penghargaan yang diberikan bagi mereka yang berjasa untuk pelestarian lingkungan), dan lainnya. Abah Anom juga berhasil menyebarkan TQN di Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand. Sejak 1980, dia telah membangun 22 pondok Inabah ini telah menyembuhkan 9000 anak muda yang kecanduan obat terlarang tersebut. Pondok Inabah juga didirikan di Singapura dan Malaysia.
Dari perkawinannya dengan Euis Ru'yanah (w. 1978), dia mempunyai 13 putra dan putri: Dudun Nursaidudin, Aos Husni Falah, Nonong, Didin Hidir Arifin, Noneng Hesyati, Endang Ja'far Sidik, Otin Khadijah,Kankan Kankan Zulkarnaen, Memet Ruhimat. Ati Unsuryati, Ane Utia Rohyane, Baban Ahmad Jihad, dan Nia Nur Iryanti. Melalui istrinya yang kedua, Yoyoh Sofiah, dia mendapat seorang putra bernama Ahmad Masyur Firdaus, lahir pada 1986. Sukses yang diterima Abah Anom Pada 1956 berjalan dengan mulus. Dia telah dipersiapkan dengan hati-hati oleh ayahandanya selama bertahun-tahun.
Ketika hampir dia menduduki kedudukan tersebut, Suryalaya dalam keadaan yang kurang aman karena serangan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia), gerakan yang dipimpin oleh Kartosuwiryo. Kejadian ini hampir memakan waktu selama dua belas tahun (1950-1962), secara khusus berbahaya karena Kartosuwiryo tahu bahwa Abah Anom dan kakaknya H. A. Dahlan (kepala kampung Tanjungkerta), melawan gerakan tersebut. Di antara mereka yang ikut berjuang melawan gerakan DI/TII yang masih hidup adalah bersarna mereka yaitu H. Dudun Nursaidudin (putra Abah Anom) dan H. Anta (salah seorang murid Abah Sepuh). Pada tahun 1962, Abah Anom menerima sebuah penghargaan dari Gunung Djati batalion 329 untuk kontribusinya terhadap keamanan regional. Sebuah penghargaan lain diberikan kepada Abah Anom untuk usaha-usahanya di bidang pertanian dan sektor irigasi, sebuah penghargaan lain dipersembahkan kepada dia pada 1961 oleh gubernur Jawa Barat, Mashudi, untuk karya pionirnya dalam penggunaan teknologi pertanian. 
Pada 1962-1966, Suryalaya menerima tamu dari banyak pejabat tinggi, intelektual, dan tokoh-tokoh publik. Mereka menunjukkan penghormatan kepada Abah Anom atas kesuksesannya, walaupun dia banyak hadapi rintangan dan kesulitan, dan juga tentang macam-macam tanda kemajuan yang berhubungan dengan perubahan situasi negara.
Pada 1961, pesantren Suryalaya membentuk sebuah yayasan yang bernama Yayasan Serba Bakti untuk memacu terus kemajuan masa depan. Pendidirian Yayasan Serba Bakti sebenarnya memenuhi sebuah saran yang disampaikan H. Sewaka, yang menjadi Gubemur Jawa Barat selama 1947-¬1952, dan sebagai mentri pertahanan pada 1952-1953, yang juga adalah seorang ikhwan TQN. Yayasan Serba Bakti pondok pesantren Suryalaya telah memainkan peran yang sangat penting dalam memajukan pendidikan, politik, sosial, dan ekonomi daerah. Yayasan memajukan usaha-usaha yang telah dirintis pesantren dibidang-bidang tersebut, dan juga merefleksikan kepribadian Abah Anom, seorang pemimpin yang mempunyai wawasan intelektual yang luas, pengetahuan yang banyak dan ketakwaan yang mendalam.
Dia juga telah mengalami banyak kesulitan dalam kehidupannya tetapi is sangat sabar, berani, dan rendah hati. Dia dikenal konsisten dan setia terhadap ajaran Abah Sepuh dan juga sebagai seorang pemimpin yang suka bekerja keras. Abah Anom mempunyai pendapat yang sangat definitif tentang peran sosial tasawuf.
Dia mengkritik para orientalis Barat yang menyelenggarakan riset tentang sufisme untuk mencari kekurangan kekurangannya dalam observasi mereka, seraya berargumentasi bahwa tasawuf adalah bidang kajian yang sulit dan tidak dapat disentuh oleh mereka yang tidak sepenuhnya mengenal Islam. beberapa aspek dan tasawuf, misalnya pengetahuan dan latihan spiritual (ridayah), mensyaratkan keikut sertaan jiwa dalam bentuk rasa (dzauq), atau perasaan keagamaan dalam hal ini rasa menjadi seorang muslim. Menurut Abah Anom, para sarjana tersebut yang tidak percaya kepada kebenaran Islam dapat dengan mudah menyesatkan dalam interpretasi mereka.
Pendapat Abah Anom tersebut dapat dimengerti dan sejalan dengan pendapat W.C. Chittick, misalnya yang melihat sebagian hal tersebut terdapat pada kajian sarjana Barat tentang zikir. Chittick mengamati bahwa mereka itu biasanya mengabaikan konsep sentral zikir di dalam al-Quran yang merupakan sumber asal konsep zikir tersebut.Sebagai gantinya lebih menekankan pada gerakan fisik, badan dan teknik konsentasi yang disajikan banyak tarekat, walaupun kegiatan ¬kegiatan tersebut tidak selalu menjadi minat utama di dalam tradisi sufi itu sendiri. Kesalahan ini nampaknya juga umum terjadi dikalangan muslim yang hanya ingin tahu tentang tasawuf. Abah Anom mendasarkan definisinya pada QS Yunus/10: 64 dan sebuah hadis Nabi Muhammad SAW: "Semua kehidupan di dunia ini harus menjadi sebuah kehidupan di hari akhir."
Sebuah penjelasan dan ayat di atas dan hadis disampaikan Syaikh Abd al¬ Qadir al-Jailani (al-Jaylani): "Semua  kekayaan adalah pembantumu, sementara kamu harus menjadi seorang pelayan Allah SWT."Abah Anom mempunyai suatu pengertian yang sangat luas tentang peran TQN, tentang hubungan antara masyarakat, agama, dan negara, dan tentang ilmu kalam fikih dan tasawuf. Sementara ini, inti ajaran-ajarannya dapat dibaca pada karya tulisnya, Miftah al-suhur, dan penjelasannya tentang wirid, ciri khas praktik TQN dalam sebuah karyanya yang lain yaitu 'Uqud al-Juman, pendapatnya tentang bagaimana harus bertingkah laku dalam masyarakat, bangsa, dan negara terdapat dalam Tanbih dan azas tujuan TQN (wasiat Abah Sepuh) yang selalu dirujuknya.
Bagi Abah Anom, TQN menyediakan jalan terbaik menuju pencapaian yang diidealkan oleh Abah Sepuh. Dia merujuk kepada tujuan yang selalu dibaca sesudah salat: "Ilahi anta maqsudi wa ridlaka matlubi a'tini mahabbataka wa ma’rifataka", ("Ya, Tuhanku, engkaulah tujuanku, kerelaanmulah yang kucari, berikanlah aku kecintaan kepadaMu dan makrifat terhadapMu"). Doa ini dibaca oleh ikhwan TQN dua kali sehari sesudah solat fardu. Dia kemudian menguraikan tiga arti penting do'a ini, yaitu: pertama, kedekatan (taqarrub) kepada Allah SWT yang berarti bahwa membuat seseorang dekat dengan Allah melalui ibadah sampai tidak ada lagi dinding pemisah antara pengabdi (abid) dan yang disembah (ma'bud), atau antara pencipta (khaliq) dan yang diciptakan (makhluq); kedua, menuju jalan yang diinginkan Allah, baik didalam beribadah maupun diluarnya, karena didalam tiap tindakan seseorang harus mengikuti aturan-aturan Tuhan dan menjauhi apa yang dilarangnya, ketiga, cinta dan pengetahuan contoh rasa cinta untuk, bersamaan dengan pengetahuan yang jelas tentang Allah, zat yang tidak satupun yang tidak menyerupainya; cinta yang terdiri dari kekuatan jiwa dan kejujuran hati. Apabila cinta tumbuh, kebijaksanaan timbul, bersamaan dengan sifat-sifat lain, membuat orang betul-betul lahir dan batin.
Seseorang akan dapat bertindak adil dan meletakan sesuatu pada tempatnya. Dan transmisi cinta akan datang sebuah perasaan cinta terhadap semua makhluk, terhadap negara, bangsa, dan agama mereka. Dan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Abah Anom menyadari bahwa TQN adalah bukan satu-satunya cara untukk mencapai tujuan yang disebutkan di atas, karena dia menghormati pula tarekat-tarekat lainnya.
Hal ini dapat diperhatikan di dalam miftah al-Sudur, ia banyak merujuk kepada tarekat Syadziliyah, Kubrawiyah, selain merujuk ajaran-¬ajaran Qadiriyah dan karya-karya sufi Naqsyabandiyah. Beberapa persyaratan tertentu diperlukan untuk seorang pimpinan spiritual (mursyid) termasuk bahwa ia harus pandai dalam hal-hal berhubungan dengan Nabi Muhammad SAW. Seorang yang alim yang dapat membimbing manusia lainnya menghindari kecintaan terhadap dunia dan gemerlapnya, ia yang melatih dirinya antara lain untuk mengurangi makan, tidur, dan tidak berbicara kecuali jika diperlukan, ia yang mengamalkan salat, sedekah, dan berpuasa memiliki budi pekerti yang luhur, sabar, berterimakasih, menyerahkan dirinya kepada Allah, yakin dan suka menderma, qana'ah, baik hati, rendah hati, jujur, malu, menepati janji, tepat waktu, sopan, dan lain-lain. Mursyid adalah yang melayani, sebagai contoh kedua yang hanya menuju Nabi melalui silsilah cahaya, bukan silsilah keturunan.
Mursyid ideal adalah suatu cahaya dari cahaya-cahaya para Nabi. Dia harus diikuti, ia yang jarang keberadaannya mungkin sulit didapati sebuah tugas yang lebih sulit dari mencari belerang merah.
Bagi Abah Anom, kesetiaan terhadap doktrin Islam memerlukan kapatuhan tak terbatas terhadap negara. Karena itu bukanlah hal yang mengejutkan bahwa pondok pesantren Suryalaya memberi dukungan terhadap sahnya pemerintahan Indonesia sejak kelahirannya. Itulah konsep Sunni yang menetapkan bahwa untuk melahirkan sebuah negara adalah suatu kewajiban yang bersandar pada syariat, walaupun bagaimana mendirikan negara itu adalah persoalan manusia, karena itu kepatuhan terhadap sebuah negara yang sah yang didirikan oleh temannya yang muslim adalah sebuah kewajiban.
Pesantren Suryalaya secara terus-menerus mengingatkan para santrinya untuk mencintai negara dan bangsa. Pendapat ini dibuktikan dengan contoh bahwa setiap 16 Agustus, ketika pesantren menyelenggarakan sebuah upacara tahlilan dan memanjatkan doa khusus (dan bahkan salat sunah syukur), atas nikmat kemerdekaan. Dalam tanbih dikemukakan, "Semoga pimpinan negara bertambah kemuliaan dan keagungannya supaya dapat melindungi dan membimbing seluruh rakyat dalam keadaan aman, adil, dan makmur lahir maupun batin." 
Abah Anom terlihat berusaha melaksanakan nasihat yang terdapat dalam tanbih. Hal ini dapat dilihat bahwa dilingkungan pesantren tidak ada tanda-tanda/perasaan anti kemapanan atau penentangan Abah Anom baik kepada pengertian radikal tentang Islam maupun terhadap Islam tradisional. Para ikhwan berpakaian seperti biasa, bukan seragam khusus, mereka juga tidak berjalan dengan tasbih di tangannya. Secara akontras beberapa pesantren di Banten dan Cirebon masih tidak dapat bekerja sama dengan penguasa, baik lokal maupun pusat.
Di daerah Banten sebuah pesantren kecil tarekat, terletak di daerah terpencil tidak jauh dari kota Pandeglang. Pengunjung harus meminta izin sebelumnya jika ingin mengunjungi pesantren dan harus memakai baju putih dan peci hitam untuk bertemu dengan kiainya. Abah Anom tampak sangat ketat dalam pelaksanaan tanbih, ini adalah bagian utama bimbingan TQN yang diberikan kepada para ikhwan TQN.
Abah Anom mencoba mengembangkan rasa saling pengertian antara dirinya, para ikhwan dan pemerintah. Ini adalah hal yang sangat penting untuk kelangsungan hidup pesantren. Dan pandangan pemerintah, pesantren mempunyai peran yang penting karena selain pengaruh besar Abah Anom, mereka ingin memastikan bahwa kediaman dan stabilitas, di daerah tersebut, terutama Tasikmalaya, Garut, Bandung, Cianjur, Sukabumi dan Banten serta daerah sekitarnya di Jawa Barat.
Di bawah kekuasaan Belanda dan Jepang, tarekat di daerah-daerah ini menjadi fokus dari protes daerah dan terlibat dalam kegiatan politik yang ekstrem. Di dalam meneruskan perjuangan ayahandanya, Abah Anom menyadari bahwa telah banyak keberkahan yang diterimanya dari dia, terutama kekuatan spiritualnya, yang menjaga dalam memperkuat dengan barokah ini. Makam Syaikh Mubarak di komplek pesantren telah menjadi kuburan suci dan faktor penting di dalam upaya meneruskan dan dukungan terhadap TQN Suryalaya.
Terlepas dari hal tersebut di atas, sesungguhnya Abah Anom sendiri memiliki magnetik pribadi yang kuat, dia menguasai fikih, ilmu kalam, dan tasawuf, tiga sumber penting ilmu Islam. dia sangat berbakat dalam memberi khutbah dalam bahasa daerah (Sunda) dan juga dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Di dalam menyebar luaskan kemajuan TQN Abah Anom dibantu oleh keluarganya, terutama putra-putri dan keponakannya.
Di antara mereka memegang peran penting dalam susunan pengurus yayasan Serba Bakti pondok pesantren Suryalaya. Dia mengharapkan bahwa mereka akan membawa rasa komitmen khusus untuk mencapai tujuan TQN. Selain itu, diantara para wakil talqin, Abah Anom dikenal sebagai seorang figur yang sangat dekat dengan kitab kuning (literatul Islam klasik), yang dengan rajinnya dia membaca dan mengamalkannya. Hal ini dapat dilihat dari referensi yang digunakannya dalam karyanya miftah al-sudur, dan juga kitab-kitab tersebut menjadi bagian utama dari kurikulum pesantren yang di asuhnya.
Abah Anom dikenal pula sebagai pemimpin yang kuat dan karismatik, memiliki sifat-sifat terpuji ayahandanya, penyampaian spiritual dia sendiri telah menarik respon positif dari masyarakat luas, bukan hanya dari dalam negeri tapi juga dari luar negeri. Kepeduliannya yang murni untuk seluruh masyarakat diwujudkannya dalam kebijakannya membentuk yayasan Serba Bakti, keputusannya untuk berbagi tanggung jawab dengan wakil talqin dan juga membentuk lembaga sosial didalam pesantren. Hal ini juga menunjukan patriotisme dan kebanggaan Nasional yang dimilikinya, serta penyesuaiannya menghadapi masyarakat Indonesia modem pada umumnya dan kaum muslimin pada khususnya.
Tulisan-tulisannya menunjukan sebuah pengertian yang mendalam tentang ajaran Islam dan merefleksikan usahanya untuk mengimplementasikannya dalam praktik, bahkan dalam menghadapi isu-isu aktual dan persoalan rnutakhir bangsa dan kaum muslimin, Abah Anom senantiasa merespon dengan "maklumat" (semacam fatwa) yang di sampaikan keseluruh ikhwan TQN. Sebagai sesepuh pondok pesantren, Abah Anom mempunyai banyak peran, dia tempat berkonsultasi semua pengurus yayasan, secara langsung bertanggung jawab untuk bidang-bidang tertentu dalam struktur yayasan, sebagai pemimpin dan figur utama pondok pesantren Suryalaya dengan segala kegiatan pada umumnya yang paling penting adalah sebagai mursyid TQN Suryalaya. Berbagai kegiatan pondok pesantren, Suryalaya yang di asuh Abah Anom telah menerima banyak bantuan dari seluruh kalangan masyarakat, mulai dari petani, pedagang, intelektual, artis, birokrat, bahkan pejabat tinggi negara.
 Ketika Abah Anom ditanya mengapa TQN menarik banyak pengikut, maka jawabannya adalah karena tidak menyimpang dari ajaran Islam yang berdasarkan kepada al-Quran, hadis, Ijma, Qiyas. Dia juga menggunakan metafor gula, dengan penjelasan bahwa bukanlah gula yang mencari semut, tetapi semut yang mencari gula.  Menuju pada tujuan utama berdirinya pondok Pesantren Suryalaya dapat dilihat dan berbagai kegiatan yang ada di pesantren, mulai dari jenjang pendidikan formal (taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, dengan berbagai jenis sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas), juga pendidikan non- formal termasuk kegiatan TQN dan usaha sosial lainnya seperti koperasi dan pembentukan Pondok Remaja Inabah, pusat rehabilitasi remaja kecanduan obat dan narkotika.
Untuk jenis kegiatan yang terakhir ini, Pondok Inabah telah dibangun, sebagai cabang-cabang TQN, di beberapa daerah Indonesia, Singapura dan Malaysia. Adapun Pondok Inabah berjumlah 24 dan terdapat 5 yang non¬aktif (tidak terdata lokasinya). Adapun yang aktif sejumlah 14 pondok Inabah berlokasi di daerah-daerah Ciamis, Ciceuri, Bandung, Banjarsari, Bogor, Tasikmalaya (Jawa Barat), satu di Yogyakarta, satu di Surabaya (Jawa Timur), dan tiga di daerah Kedah, Trengganu, dan Sabah (Malaysia).
Abah Anom dan kegiatan podok pesantren Suryalaya sering dimuat dalam berbagai media masa, baik surat kabar atau majalah. Tidak sedikit yang memuat dengan positif walaupun ada sedikit yang negatif, namun, Abah Anom tidak menanggapinya dengan emosi bahkan menganjurkan semua ikhwan tetap sabar jika ada kritik yang tidak konstriktif terhadap pesantren dan kegiatannya. Orang yang pernah bertemu dengan Abah Anom mempunyai kesan tentang sifat kebapakan dan kecintaan yang tulus. Ada yang beranggapan bahwa setelah bertemu dia, ada semacam perasaan damai, dan berani dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan serta merasa lebih dekat dengan Tuhan.
Adalah terbukti bahwa kegiatan pondok pesantren Suryalaya dan kharisma dia bukan hanya merefleksikan kacintaan Abah Anom yang mendalam terhadap rakyat dan negaranya tetapi juga karena komitmen spiritualnya dalam menjawab kebutuhan masyarakat.
0 Komentar untuk "Sejarah Abah Anom yang ditulis oleh KH. Zaenal Abidin Anwar"

Back To Top