ads
ads

Sejarah Abah Anom yang ditulis oleh Dr.Hj.Sri Mulyati, M.A

Sejarah Abah Anom yang ditulis oleh Dr.Hj.Sri Mulyati, M.A

Menurut Sri Mulyati, dalam buku Peran Edukasi Tarekat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah bahwa di Suryalaya, pengajaran Tarekat Qadiriyyah Nagsyabandiy¬yah dikembangkan oleh dua figur, Abah Sepuh, dan putranya, K.H. A. Sho¬hibuwafa Tajul Arifin, yang akrab serta lebih dikenal dengan Abah Anom. Abah Sepuh mengajar murid-muridnya melalui pidato-pi¬dato dalam masjid dan kumpulan informal di rumah-rumah masya¬rakat.
Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan bahwa pengajaran tarekat ini tidak terdata dengan rapi selama beberapa periode. Hal ini berbeda dengan putranya, karena Abah Anom telah menuliskan dan mengernbangkan pengajaran secara berangsur-angsur dan dari waktu ke waktu mengumpulkan ke dalam sebuah kitab berjudul Miftah al-Shudur (Kunci Hati). Menurut pengarang, sasaran dari kitab ini adalah bagaimana menyampaikan kepada murid tentang teori dan praktik TQN dalam rangka mencapai kedamaian dan ke¬menangan hidup di dunia dan akhirat."
Sebutan Abah Anom merupakan sebutan orang Sunda yang ar-tinya "Ayah Muda/Kiyai Muda", nama yang diberikan ketika beliau masih muda dan sudah menjadi kiyai. Abah Anom lahir bulan Ja¬nuari tanggal 1, tahun 1915, di Suryalaya, Jawa Barat, putra ke¬lima dari Abah Sepuh, pendiri Pesantren Suryalaya. Ibunya adalah Hj. Juhriyah. Nama lain Abah Anom menurut saudarinya Didah, yang saya wawancarai bulan Maret 1999, adalah Mumun Zakar¬mudji (H. Shohib).
Perihal ini juga di sebutkan dalam buku riwayat hidup ayah mereka. Beliau masuk Sekolah Dasar Belanda di Cia¬mis antara 1923-1929, kernudian melanjutkan sekolah rnenengah di Ciawi, Tasikmalaya (1929-1931). Pada umur 18 tahun, beliau telah diberi wewenang Abah Sepuh untuk memberikan talqin. Ia kemu¬dian belajar Agama Islam di pesantren yang berbeda-beda di Jawa Barat seperti di Cicariang (daerah Cianjur), kemudian di Pesantren Gentur dan Jambudipa, kemudian di Pesantren Cireungas, Cimalati (daerah Sukabumi) di mana beliau memperoleh ilmu hikmah dan tarekat. Beliau juga belajar seni bela diri yang dikenal dengan pen¬cak silat. Abah Anom juga berlatih ritual rohaniah (riyadhah) di ba¬wah bimbingan ayahnya.
 Beliau juga sering mengunjungi (ziarah) makam orang-orang suci (awliya) ketika belajar di Pesantren Kali wungu, Kendal (Jawa Tengah). Kemudian beliau pergi ke Bangka¬lan, ditemani oleh kakaknya, H. A. Dahlan dan wakil talqin Abah Sepuh, K.H. Faqih untuk daerah Talaga Majalengka.
Abah Anom menikah dengan Euis Ruyanah tahun 1938 pada usia 23 tahun. Di tahun yang sama beliau pergi ke Mekkah ditemani oleh kemenakannya Simri Hasanuddin dan menetap di sana selama 7 bulan untuk belajar tasawuf dan tarekat dengan Syekh Romly Garut, seorang wakil talqin Abah Sepuh yang bertempat tinggal di Jabal Qubaish, dekat Mekkah. Sekembalinya tahun 1939, beliau membantu ayahnya dengan mengajar di Pesantren Suryalaya dan membantu juga peperangan untuk memperjuangkan kemerdekaan (1945-1949). Di tahun 1953, beliau ditetapkan untuk memimpin Pe¬santren Suryalaya dan bertindak sebagai wakil talqin Abah Sepuh. Sepanjang periode 1953-1982, Abah Anom aktif dalam mem¬bantu Dewan Angkatan Perang Indonesia menentang pemberon takan Kartosuwiryo.
Selama 1962-1995, beliau membantu pemerintah untuk daerah Suryalaya di sektor pertanian, pendidikan, ling¬kungan, sosial, kesehatan, politik, dan kooperasi. Beliau mendapat banyak pujian dari pemerintah yang pada akhirnya dianugerahi penghargaan seperti Satya Lencana Bhakti Sosial (penghargaan untuk pengabdian sosial) dan Kalpataru (suatu penghargaan terkemuka yang diberikan kepada mereka yang memberikan kontribusi dalam pemeliharaan lingkungan, dan lain-lain).
Abah Anom juga berhasil dalam menyebarkan TQN di Singa¬pura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand. Sejak 1980 sampai saat ini, beliau telah mendirikan 21 Pondok Inabah) untuk merawat para pengguna narkoba; selama lebih 20 tahun periode, pondok-pon¬dok inabah ini sudah mengobati sekitar 9.000 pemuda/remaja pecandu obat-obat terlarang. Pondok Inabah juga dibentuk di Malaysia dan Singapura.
Dari perkawinannya dengan Ibu Euis Ruyanah (yang mening¬gal tahun 1978) beliau mempunyai 16 anak-anak: Dudun Nursaidu¬din, Aos Husni Falah, Nonong, Didin Hidir Arifin, Noneng Hesya¬ti, Endang Ja'far Sidik, Otin Khadijah, Kankan Zulkarnaen, Memet Ruhimat, Ati Unsuryati, Ane Utia Rohyane, Baban Ahmad Jihad, dan Nia Nur lryanti. Dari istri keduanya, Yoyoh Sofiah, yang beliau nikahi tahun 1978, beliau mempunyai satu orang putra, Ujang Mu¬hammad Mubarok Qodiri, yang dilahirkan tahun 1986. Kepemimpinan Abah Anom di Pesantren Suryalaya sejak tahun 1956 merupakan suatu proses yang panjang. Begliau benar-benar te¬lah disiapkan oleh ayahnya selama bertahun-tahun untuk tugas ini.
Pada saat ditetapkan sebagai pemimpin Suryalaya, keamanan men¬jadi perhatian utama manakala Suryalaya termasuk kelompok yang berseberangan dengan DI/TII (Darul Islam/Tentara Indonesia Is¬lam) yang dipimpin Kartosuwiryo. Keadaan yang berbahaya ini ber¬langsung selama 12 tahun (1950-1962), sebab Kartosuwiryo mengetahui bahwa Abah Anom dan kakaknya; H. A. Dahlan (kepala Desa Tanjungkerta) menentang pergerakannya. Mereka dan pengikut mereka ikut berpartisipasi untuk angkat senjata, bahkan menerima bantuan dari Angkatan Perang Nasional Indonesia Batalion 309. Di antara mereka yang masih hidup, berjuang bersama mereka ada¬lah H. Dudun Nur Saidudin (putra pertama Abah Anom) dan H. Anta, salah satu murid Abah Sepuh.
Di tahun 1962, Abah Anom menerima sebuah penghargaan dari Resi¬men Gunung Djati Batalion 329 atas kontribusinya di bidang ke-amanan regional. Penghargaan lain yang diberikan kepada Abah Anom dalam usahanya di sektor irigasi dan pertanian, tetapi peng¬hargaan yang lain diberikan kepadanya tahun 1961 oleh Gubernur Jawa Barat, Mashudi, karena kepeloporannya dalam pemanfaatan teknologi modern di bidang pertanian.
Di periode 1962-1966 (tepat sebelum zaman Orde Baru), Pesan-tren Suryalaya menerima banyak tamu pejabat tinggi, intelektual dan publik figur. Mereka menunjukkan rasa hormat mereka kepada Abah Anom atas keiuksesannya di samping tantangan dan pelbagai kesulitan yang dihadapi, dan antisipasinya terhadap berbagai tanda kemajuan bangsa. Untuk memastikan tercapainya tujuan yang diha¬rapkan pondok pesantren di masa depan, Pesantren Suryalaya men¬dirikan suatu yayasan yang bernama Yayasan Serba Bakti tahun 1961.
Pendirian ini sebetulnya atas usulan H. Sewaka, Gubernur Jawa Barat periode tahun 1947-1952 dan ditindaklanjuti ketika men¬jadi menteri pertahanan periode 1952-1953, yang notabene adalah ikhwan TQN juga. Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya telah memain¬kan suatu peran penting dalam bidang pendidikan, politik, sosial dan reformasi ekonomi di daerah tersebut. Hal ini mencerminkan kepribadian Abaih Anom sebagai seorang pemimpin yang memiliki banyak pengetahuan, seorang cendekiawan cerdas dengan kealim¬an yang sangat dalam. Beliau telah mengalami pelbagai kesulitan dalam hidupnya, tetapi beliau tetap sabar, pribadi yang sangat sederhana dan berani. Beliau merupakan sosok yang setia dan konsisten terhadap warisan Abah Sepuh dan merupakan seorang pemimpin yang bekerja keras.
0 Komentar untuk "Sejarah Abah Anom yang ditulis oleh Dr.Hj.Sri Mulyati, M.A "

Back To Top