KETENTUAN SALAT JAMA’, QASAR, JAMA’ QASAR DAN
DALAM KEADAAN DARURAT Fiqih
kelas 7 Kurtilas 2018
Ibadah shalat merupakan ibadah yang tidak dapat ditinggalkan
walau dalam keadaan apapun. Hal ini berbeda
dengan ibadah-ibadah yang lain seperti puasa, zakat dan haji. Jika seseorang
sedang sakit pada bulan ramadhan dan tidak mampu untuk berpuasa, maka ia boleh
tidak berpuasa dan harus menggantinya pada hari lain. Orang yang tidak mampu
membayar zakat ia tidak wajib membayar zakat. Demikian pula halnya dengan ibadah
haji, bila seseorang tidak mampu maka tidak ada kewjiban baginya.
Shalat adalah ibadah
yang wajib dilaksanakan bagi setiap muslim selama masih memiliki akal dan
ingatannya masih normal. Kewajiban tersebut harus dilakukan tepat pada
waktunya. Halangan untuk tidak mengerjakan shalat hanya ada tiga macam, yaitu
hilang akal seperti gila atau tidak sadar, karena tidur dan lupa (namun
demikian ada kewajiban mengqadha di waktu lain).
Betapa pentingnya ibadah shalat ini, Rasulullah pernah
bersabda:
الْعَهْدُ الَّذِي
بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلَاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian
antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat, karenanya barangsiapa yang
meninggalkannya maka sungguh dia telah kafir.” (HR. At-Tirmizi
dan An-Nasai)
Dalam hadits
lain:
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ
وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ
“Sungguh yang memisahkan antara
seorang laki-laki (baca: muslim) dengan kesyirikan dan kekufuan adalah
meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 82)
- KETENTUAN SHALAT JAMA
1.
Pengertian Shalat Jama’
Jama` menurut bahasa
berarti mengumpulkan. Sedangkan
shalat jama` menurut istilah adalah
mengumpulkan dua shalat
wajib yang dikerjakan
dalam satu waktu. Misalnya menggabungkan salat Duhur dan Asar dikerjakan pada waktu
Duhur atau pada waktu Asar. Atau menggabungkan salat magrib dan ‘Isya
dikerjakan pada waktu magrib atau pada waktu ‘Isya. Sedangkan salat Subuh tetap
pada waktunya tidak boleh digabungkan dengan salat lain.
Hal ini
merupakan rukhshah (keringanan)
dari Allah dalam melaksanakan shalat dalam keadaan
tertentu.
Menjamak shalat hukumnya mubah
atau boleh bagi orang yang sudah
memenuhi syarat. Sabda Rasulullah saw :
عَنْ اَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كانَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمْ اِذا رَحِلَ قَبْلَ اَنْ تَزِيْغَ الشَمْسُ اخِرَ
الظُهْرِ اِلى وَقْتِ العَصْرِ ثُمَّ نَزَلَ يَجْمَعُ بَيْنَهُمَا فَاِنْ زَاغَتْ
الشَمْسُ قَبْلَ اَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى الظُهْرَ ثُمَّ رَكِبَ
Artinya : "Dari
Anas ia berkata
: Rasulullah SAW
apabila berangkat sebelum tergelincir matahari,
maka beliau akhirkan
shalat zhuhur ke Ashar, kemudian (dalam perjalanan) beliau
turun (dari kendaraan) menjamakkan kedua shalatitu. Apabila beliau
berangkat sesudah tergelincir
matahari, maka beliau
kerjakan shalat dhuhur
baru berangkat naik kendaraan" (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadis di atas dapat disimpulkan
bahwa Rasulullah pernah menjamak salat karena ada suatu sebab yaitu
bepergian. Hal menunjukkan bahwa menggabungkan dua salat diperbolehkan dalam
Islam namun harus ada sebab tertentu.
2. Macam
-Macam Shalat jama`
a. Jamak Taqdim,
adalah mengumpulkan dua
shalat wajib dikerjakan
pada waktu yang pertama (awal).
Jamak taqdim ada dua macam yaitu :
1) Mengumpulkan
shalat dhuhur dan
shalat ashar, dikerjakan
pada waktu Zhuhur.
2) Mengumpulkan
shalat maghrib dan
shalat isya', dikerjakan
pada waktu Maghrib
b. Jamak Ta'khir,
adalah mengumpulkan dua
shalatwajib yang dikerjakan
pada waktu yang
kedua (akhir). Jamak ta'k hir ada dua macam, yaitu :
1) Mengumpulkan
shalat Dhuhur dan
shalat Ashar, dikerjakan
pada waktu Ashar.
2) Mengumpulkan
shalat Maghrib dan
shalat Isya', dikerjakan
pada waktu Isya'
3. Syarat-Syarat Umum Shalat Jama`
a)
Musafir, orang
yang sedang dalam
perjalanan dan perjalanannya
tidak untuk maksiat.
b)
Jarak
perjalanan minimal 80.64
km ( menurut sebagian
ulama` tidak disyaratkan jarak
jauhnya perjalanan sebagaimana tersebut di atas (jauh dekat sama saja)
c)
Tidak boleh
makmum dengan orang yang mukim
d)
Dalam
keadaan tertentu, seperti : sedang sakit, hujan lebat
e)
Berniat
shalat jamak
Syarat Jama’ Ta’qdim
a.
Dikerjakan dengan tertib; yakni
dengan shalat yang pertama misalnya zhuhur dahulu, kemudian ashar. Dan maghrib
dahulu kemudian isya.
b.
Niat jama’ dilakukan (dilahirkan)
pada shalat pertama.
c.
Berurutan antara keduanya; yakni
tidak boleh disela dengan shalat sunat atau lain-lain.
Syarat
Jama’ Ta’khir
1)
Niat jama’ ta’khir dilakukan pada
shalat yang pertama.
2)
Masih dalam perjalanan tempat
datangnya waktu yang kedua.
4.
Shalat Jama’ Bagi Yang Tidak Musafir
Orang yang bukan
musafir, boleh juga mengerjakan jama’ shalat kalau dalam keadaan darurat.
Misalnya orang yang sedang mengerjakan shalat berjama’ah di mesjid di suatu tempat
khusus seperti di mesjid atau mushalla, kemudian turun hujan lebat yang
menghalangi orang untuk pulang dan kembali lagi untuk berjama’ah.
Melanjutkannya
haruslah dengan syarat-syarat sebagai berikut:
a.
Hujan lebat hingga menyulitkan
perjalanan.
اَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَمَعَ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ فِى لَّيْلَةٍ مَطِيْرَةٍ. (رواه
البخارى)
“Bahwasanya Nabi Saw. Menjama’ shalat Maghrib
dan ‘Isya di malam yang hujan lebat”. (HR. Bukhari)
b.
Setelah selesai shalat pertama,
hujan masih berjalan terus, sampai pada permulaan shalat yang kedua.
c.
Dikerjakan berurutan antara
keduanya.
d.
Tertib; yaitu mendahulukan zhuhur
daripada ashar, atau maghrib daripada ‘isya.
Dalam
hal ini hanya boleh jama’ taqdim saja.
e.
Shalat yang kedua juga dilakukan
dengan berjama’ah.
5. Praktek Shalat jama`
- Cara Melaksanakan Salat Jamak Takdim
Misalnya salat Zhuhur dengan asar: salat zuhur dahulu empat
rakaat kemudian salat asar empat rakaat, dilaksanakan pada waktu duhur.
Tata caranya sebagai berikut:
a)
Berniat salat duhur dengan jamak
takdim. Bila dilafalkan yaitu:
b) اُصَلِّى فَرْضَ الظُهْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا تَقْدِيْمًا مَعَ
العَصْرِ فَرْضًا للهِ تَعَالى
c)
” Saya niat salat salat duhur
empat rakaat digabungkan dengan salat asar dengan jamak takdim karena Allah
Ta’ala”
d)
Takbiratul ihram
e)
Salat zuhur empat rakaat seperti
biasa.
f)
Salam.
g)
Berdiri lagi dan berniat salat
yang kedua (asar), jika dilafalkan sebagai berikut;
اُصَلِّى فَرْضَ
العَصْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا تَقْدِيْمًا مَعَ الظُهْرِ فَرْضًا للهِ
تَعَالى
“ Saya niat
salat asar empat rakaat digabungkan dengan salat duhur dengan jamak takdim
karena Allah ta’ala.
h)
Takbiratul Ihram
i)
Salat asar empat rakaat seperti
biasa.
j)
Salam.
Catatan: Setelah salam pada salat yang pertama harus
langsung berdiri,tidak boleh diselingi perbuatan atau perkataan misalnya zikir,
berdo’a, bercakap-cakap dan lain-lain).
-Cara
Melaksanakan Salat Jamak Ta’khir.
Misalnya salat magrib dengan ‘isya: boleh salat magrib dulu
tiga rakaat kemudian salat ‘isya empat rakaat, dilaksanakan pada waktu ‘isya.
Tata caranya sebagai berikut:
a)
Berniat menjamak salat magrib
dengan jamak ta’khir. Bila dilafalkan yaitu:
b) اُصَلِى فَرْضَ المَغْرِبِ ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا تَأخِيْرًا مَعَ
العِشَاءِ فَرْضًا للهِ تَعَالَى
c)
“ Saya niat
salat salat magrib tiga rakaat digabungkan dengan salat ‘isya dengan jamak
ta’khir karena Allah Ta’ala”
d)
Takbiratul ihram
e)
Salat magrib tiga rakaat seperti
biasa.
f)
Salam.
g)
Berdiri lagi dan berniat salat
yang kedua (‘isya), jika dilafalkan sebagai berikut;
h) اُصَلّى فَرْضَ العِسَاءِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا تَأخِيْرًا مَعَ
المَغْرِبِ فَرْضًا للهِ تَعَالَى
i)
“ Saya berniat salat ‘isya empat
rakaat digabungkan dengan salat magrib dengan jamak ta’khir karena Allah
Ta’ala.”
j)
Takbiratul Ihram
k)
Salat ‘isya empat rakaat seperti
biasa.
l)
Salam.
Catatan: Ketentuan setelah salam pada salat yang pertama
sama seperti salat jamak takdim. Untuk menghormati datangnya waktu salat,
hendaknya keuika waktu salat pertama sudah tiba, maka orang yang akan menjamak
ta’khir, sudah berniat untuk menjamak ta’khir salatnya, walaupun salatnya
dilaksanakan pada waktu yang kedua.
- KETENTUAN SHALAT QASHAR
1. Pengertian Shalat Qashar
Qashar menurut bahasa
berarti meringkas, sedangkan
shalat qashar adalah meringkas shalat
wajib empat raka`at
menjadi dua raka`at. Mengqashar shalat bagi orang
yang memenuhi syarat hukumnya
mubah (boleh) karena merupakan rukhshah
(keringanan) dalam melaksanakan
shalat bagi orang -orang
yang sudah memenuhi syarat.
Shalat yang boleh
diqashar adalah shalat
zhuhur, ashar dan
isya. Shalat Maghrib dan
Subuh tidak boleh
diqashar karena jumlah
rakaatnya tidak empat rakaat. Firman Allah SWT. :
وَإِذَا ضَرَبۡتُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ
فَلَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٌ أَن تَقۡصُرُواْ مِنَ ٱلصَّلَوٰةِ إِنۡ خِفۡتُمۡ أَن
يَفۡتِنَكُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْۚ إِنَّ ٱلۡكَٰفِرِينَ كَانُواْ لَكُمۡ عَدُوّٗا
مُّبِينٗا ١٠١
Artinya : "Dan
apabila kamu bepergian
di atas bumi,
maka tidaklah mengapa
kamu meringkas shalatmu jika kamu takut diserang orang-orang kafir.
Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh kamu yang amat nyata`: (QS. An
Nisa : 101)
Dalam prakteknya, shalat qashar
dilaksanakan bersamaan shalat jama`, jarang shalat qashar dilaksanakan
sendiri/tidak bersamaan shalat
jama. Dengan demikian,
shalat jama` qashar adalah shalat jama` yang dilaksanakan dengan cara
qashar/diringkas.
Hukum shalat qashar itu boleh,
sebagaimana firman Allah Swt:
وَاِذَا ضَرَبْتُمْ فِى اْلاَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَقْصُرُوْا مِنَ الصَّلَوَاةِ.
“Apabila kamu
mengadakan perjalanan di atas bumi (di darat maupun di laut) maka tidak ada
halangan bagimu untuk memendekkan shalat”. (QS. An-Nisa’, ayat 101)
Menurut
madhab Syafi’i dinyatakan lebih baik mengqashar bagi orang yang musafir yang
cukup syarat-syaratnya. Demikian berdasarkan hadits sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِنَّ اللهَ تَعَالَى يُحِبُّ اَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ كَمَا يَكْرَهُ اَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ. (رواه احمد وصححه ابن خزيمة وابن حبان)
Dari
Ibn Umar r.a. ia berkata: rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala
suka (senang) apabila segala kelonggarannya diterima (dilaksanakan oleh kamu),
sebagai mana Ia sangat benci apabila segala kemaksiatannya dikerjakan oleh
kamu”. (H.R. Ahmad)
2. Syarat sah Shalat Qashar
1. Orang yang boleh mengqashar
adalah musafir yang bukan karena maksiat.
2. Berniat mengqashar pada waktu
takbiratul ikhram.
3. Jarak perjalanan
sekurang-kurangnya dua hari perjalanan kaki, atau dua marhalah (yaitu sama
dengan 16 farsah). Keterangan ini berdasarkan hadits Nabi Saw:
كَانَ ابْنُ عُمَرَ وَابْنُ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمْ يَقْصُرَانِ وَيُفْطِرَانِ فِىاَرْبَعَتِ بُرُدٍ وَهِيَ سِتَّةُ عَشَرَ فَرْسَخًا. (رواه البخارى)
“Pernah Ibn Umar dan Ibnu
Abbas ra. mengqahar dan berbuka dalam perjalanan sejauh empat burud, yaitu enam
belas farsakh”. (HR. Bukhari)
Ulama berbeda pendapat ukuran 16 farsah, Jarak perjalanannya sudah
ada 80,64 km. (menurut sebagian
ulama tidak disyaratkan jarak
jauhnya perjalanan sebagaimana tersebut di atas)
Tentang
batas waktu musafir, sebagian para ulama menyatakan tiga hari tiga malam saja.
Selebihnya dianggap sudah menjadi muqim. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Saw:
عَنِ الْعُلاَءِبْنِ الْحَضْرَمِى رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ النَّبِيِّ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَمْكُثُ الْمَهَاجِرُ بَعْدَ قَفَاءِ نُسَكِهِ ثَلاَثًا. (رواه البخارى ومسلم)
Artinya:
Dari Al-Ula bin Hadrami ra. Ia berkata:
Nabi Muhammad Saw: bersabda: “Telah tinggal kaum Muhajirin di Mekkah selama
tiga hari setelah menunaikan rukun hajinya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Cara
mengqasar shalat:
· salat yang berjumlah 4 rakaat (zuhur, asar dan isya)
dapat diqasar menjadi 2 rakaat. Dalam prakteknya, bila sesorang melaksanakan
sahalat jama’ qasar zuhur dan asar maka zuhurnya dikerjakan 2 rakaat dan
asarnya 2 rakaat
· salat magrib adalah salat yang rakaatnya tidak bisa
diqasar. Apabila diqasar tetap dilaksanakan 3 rakaat. sesorang yang ingin melaksanakan jama, qasar
antara salat magrib dan isya, maka magrib dilaksanakan 3 rakaat dan isya 2
rakaat.
· Adapun
salat subuh tidak dapat dijama’ ataupun diqasar
C.
SHALAT JAMA QASHAR
Praktik Shalat
Jama` Qashar
A. Salat Jamak Qasar menggunakan
Jamak Takdim:
misalnya salat duhur dengan asar. Tata caranya
sebagai berikut:
1.
Berniat
menjamak qasar salat duhur dengan jamak takdim. Jika dilafalkan sebagai
berikut:
اُصَلّى فَرْضَ الظُهْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا
مَجْمُوْعًا اِلَيْهِ العَصْرُ جَمْعَ تَقْدِيْمًا للهِ تَعَالَى
“ Saya berniat salat duhur dua
rakaat digabungkan dengan salat asar dengan jamak takdim, diqasar karena Allah
Ta’ala”
1.
Takbiratul
ihram.
2.
Salat
duhur dua rakaat (diringkas)
3.
Salam.
4.
Berdiri
dan niat salat asar, jika dilafalkan sebagai berikut:
اُصَلّى فَرْضَ العَصْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا
مَجْمُوْعًا اِلَى الظُهْرِ جَمْعَ تَقْدِيْمًا للهِ تَعَالَى
“ Saya berniat salat asar dua rakaat
digabungkan dengan salat duhur dengan jamak takdim, diqasar karena Allah
Ta’ala”
1.
Takbiratul
ihram.
2.
Salat
asar dua rakaat (diringkas)
3.
Salam
B. Salat Jamak Qasar menggunakan
Jamak Ta’khir:
Misalnya salat magrib dengan ‘isya.
Tata caranya sebagai berikut:
1.
Berniat
menjamak qasar salat magrib denganjamak ta’khir. Jika dilafalkan sebagai
berikut:
اُصَلّى فَرْضَ المغرب ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ
مَجْمُوْعًا اِلَى العِشَاءِ جَمْعَ تَاْخِيْرًا للهِ تَعَالَى
“ Saya berniat salat magrib tiga
rakaat digabungkan dengan salat isya’ dengan jamak ta’khir karena Allah
Ta’ala.”
1.
Takbiratul
ihram.
2.
Salat
magrib tiga rakaat seperti biasa.
3.
Salam.
4.
Berdiri
dan niat salat isya’. Jika dilafalkan sebagai berikut:
اُصَلّى فَرْضَ العِشَاءِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا
مَجْمُوْعًا اِلَيْهِ المَغْرِبُ جَمْعَ تَاْخِيْرًا للهِ تَعَالَى
“ Saya berniat salat isya’ dua
rakaat digabungkan dengan salat magrib dengan jamak ta’khir, diqasar karena
Allah Ta’ala.”
1.
Takbiratul
Ihram.
2.
Salat
isya’ dua rakaat (diringkas)
3.
Salam
- HIKMAH SHALAT JAMA QASHAR
1. Shalat jamak
dan Qashar merupakan rukhsah (kemurahan)
dari Allah SWT terhadap
hamba-Nya manakala kita
sedang bepergian sehingga
dapat melaksanakan ibadah secara mudah sesuai dengan kondisinya
2.
Melaksanakan shalat secara
jamak dan Qashar
mengandung arti bahwa
Allah SWT tidak memperberat
terhadap hamba-Nya karena
sekalipun shalatnya dikumpulkan
dan diringkas tetapi tidak mengurangi pahalanya.
3. Disyariatkan
shalat jamak dan Qashar supaya
manusia tidak berani meninggalkan shalat karena ia dapat
melaksanakan dengan mudah dan cepat.
SHALAT DALAM KEADAAN DARURAT
1. Pengertian Shalat Dalam Keadaan Darurat
Shalat fardu lima
waktu adalah suatu
kewajiban yang disyariatkan
Allah kepada hamba-hamba-Nya untuk
dikerjakan. Perintah shalat
ini berlaku juga
bagi orang yang sedang
menderita sakit, sedang
dalam kendaraan dan
orang yang sedang
dalam keadaan bagaimanapun selama
ingatannya masih ada,
ia wajib mengerjakan
shalat.
Bagi orang yang
sedang sakit maupun
orang yang sedang
dalam keadaan sulit melaksanakan shalat,
Allah memberikan keringanan-keringanan (rukhsah)
sesuai dengan kondisinya masing-masing. Dengan
demikian, shalat dalam
keadaan darurat adalah shalat
dalam keadaan terpaksa.
a. Shalat Dalam
Kendaraan
Seseorang yang berpegian dengan kendaraan, tidak bisa
melakukan banyak aktivitasnya secara normal, termasuk melaksanakan shalat.
Mengingat kita di atas kendaraan, bisa jadi tidak memungkinkan untuk shalat
dengan sempurna. Karena itu, ada beberapa catatan penting yang perlu kita
perhatikan:
1)
Shalat
wajib harus dilakukan dengan cara sempurna, yaitu dengan berdiri, bisa rukuk,
bisa sujud, dan menghadap kiblat. Jika di atas sebuah kendaraan seseorang bisa
shalat sambil berdiri, bisa rukuk, bisa sujud, dan menghadap kiblat maka dia
boleh shalat wajib di atas kendaraan tersebut. Seperti orang yang shalat di
kapal.
2)
Bersuci (wudu),
bila tidak memungkinkan
menggunakan air karena
keterbatasan air, boleh bertayamum.
3)
jika
di atas sebuah kendaraan seseorang tidak mungkin shalat sambil berdiri dan
menghadap kiblat, maka cara shalatnya adalah duduk semampunya. Dari Imran bin
Husain radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
صلِّ قائماً فإن لم تستطع فقاعداً ، فإن لم تستطع فعلى جنب
“Shalatlah sambil berdiri, jika tidak mampu, sambil
duduk, dan jika tidak mampu shalatlah sambil tiduran.” (HR. Bukhari)
4)
jika
di atas kendaraan mampu shalat sambil menghadap kiblat maka wajib shalat dengan
menghadap kiblat, meskipun sambil duduk. Namun jika tidak memungkinkan
menghadap kiblat, dia bisa shalat dengan menghadap sesuai arah kendaraan. Allah
juga berfirman,
فاتقوا الله ما استطعتم
“Bertaqwalah kepada Allah semampu kalian.” (QS.
At-Taghabun: 16).
5)
Pada waktu
takbiratul ihram hendaklah
menghadap kiblat, seterusnya
dapat menghadap sesuai dengan arah tujuan kendaraan. Firman Allah :
فَوَلِّ وَجۡهَكَ شَطۡرَ ٱلۡمَسۡجِدِ
ٱلۡحَرَامِۚ وَحَيۡثُ مَا كُنتُمۡ فَوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ شَطۡرَهُۥۗ
"Palingkanlah
wajahmu ke arah
Masjidil Haram dan
dimana saja kamu berada palingkan mukamu ke arahnya"
: (QS. Al Baqarah : 144)
6)
ketentuan
di atas hanya berlaku untuk shalat wajib. Adapun shalat sunah, boleh dilakukan
dengan duduk dan tidak menghadap kiblat, meskipun dua hal itu bisa dilakukan.
Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,
أن النبي صلى الله عليه وسلم
كان يصلي التطوع وهو راكب في غير القبلة
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan
shalat sunah di atas kendaraan tanpa menghadap kiblat. (HR. Bukhari)
b. Shalat Bagi Orang Sakit
Orang yang sedang
sakit diwajibkan pula
melaksanakan shalat selama
akal dan ingatannya masih
sehat atau masih
sadar. Shalat adalah
fardu ain yaitu
kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh setiap pribadi
muslim. Telah kita
ketahui bersama bahwa shalat
itu tiang agama,
maka barang siapa
yang mendirikan shalat
berarti agamanya telah tegak,
sebaliknya jika meninggalkan
shalat berarti agamanya
telah roboh.
Karena pentingnya shalat
itu, maka dalam
kondisi dan situasi apa pun
kita wajib melaksanakan shalat.
Bagi orang yang
tidak bisa berdiri,
maka dapat mengerjakan shalat dengan
duduk seperti duduk
di antara dua
sujud. Jika tidak
mampu dengan duduk dengan
berbaring di atas
lambung, dan jika
tidak mampu, maka
dengan berbaring terlentang. Rasulullah SAW bersabda:
يُصَلِّيْ الْمَرِيْضُ قَائِماً إِنِ اسْتَطَاعَ، فَإِنْ لَـمْ
يَسْتَطِعْ صَلّـٰى قاَعِداً، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يَسْجُدَ أَوْمَأَ،
وَجَعَلَ سُجُوْدَهُ أَخْفَضَ مِنْ رُكُوْعِهِ، فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ
يُصَلِّيَ قَاعِداً صلّـٰى عَلٰى جَنْبِهِ اْلأَيْمَنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ،
فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُصَلِّيَ عَلٰى جَنْبِهِ اْلأَيْمَنِ، صَلّـٰى
مُسْتَلْقِـياً رِجْلَهُ مِمَّا يَلِي اْلقِبْلَةَ. (رواه الدار قطني)
“Orang yang sakit jika hendak melakukan shalat, apabila
mampu berdiri, maka shalatnya dengan berdiri, apabila tidak mampu berdiri, maka
dengan duduk, apabila tidak mampu sujud, maka dengan isyaroh dan menjadikan
sujudnya lebih rendah daripada ruku’nya, apabila tetap tidak mampu, maka dengan
tidur miring sambil menghadap qiblat, apabila tidak masih mampu, maka dengan
mengarahkan kakinya ke arah qiblat (tidur terlentang).” (HR. Ad Daruquthni)
Orang yang akan menunaikan shalat hendaklah suci dari hadas dan
najis. Namun jika tidak
bisa melaksanakan sendiri
bisa minta bantuan
orang lain. Dan
jika tidak mungkin boleh
bersuci sebisanya. Cara
wudhunya, jika masih
mampu menggunakan air wudu
dapat dilakukan di
atas tempat tidur
atau dengan bantuan
orang lain atau diwudukan orang
lain, akan tetapi jika tidak
sanggup menggunakan air
atau menurut pertimbangan dokter
tidak boleh, maka
digantikan dengan tayamum
atau ditayamumkan oleh orang lain
sebagai ganti wudu dan mandi.
1. Cara shalat dengan duduk
a.
Duduklah seperti
duduk di antara
dua sujud seperti
pada (tahiyat awal), sedekap,
membaca doa iftitah, fatihah dan membaca ayat Al-Qur'an.
b.
Rukuk yaitu
dengan duduk membungkuk membaca tasbih rukuk sebagaimana biasa.
c.
I'tidal
(dengan duduk kembali).
d.
Sesudah itu
sujud sebagaimana sujud
biasa dengan membaca tasbih. Kemudian menyempurnakan rakaat
yang kedua sebagaimana rakaat yang pertama.
2. Cara shalat dengan tidur pada lambung
a.
Hendaklah berbaring
dengan di atas
lambung kanannya (tidur
miring) membujur ke selatan.
b.
Telinga
sebelah kanan tertindih kepala bagian kanan.
c.
Perut dada
kaki menghadap kiblat,
kemudian niat dan
takbiratul ihram, lalu membaca
bacaan seperti biasa dalam shalat.
d.
Untuk melakukan
rukuk dan sujud
cukup dengan anggukan
kepala dan ke depan pelupuk mata.
e.
Jika tidak
bisa, maka gunakan dalam hati
selama kita masih sadar. Demikian dilakukan hingga salam.
3. Cara shalat dengan
terlentang
a.
Dengan cara
tidur terlentang kepala
ditinggikan dengan bantal
muka diarahkan ke kiblat.
b.
Kemudian
berniat shalat sesuai dengan shalat yang diinginkan.
c.
Untuk
melakukan rukuk sujud cukup dengan kedipan mata.
d.
Jika tidak
bisa gunakan dalam hati selama masih sadar.
e.
Adapun
bacaan-bacaannya adalah seperti
dalam bacaan shalat biasa sampai selesai.
a.
Shalat Jama’ Takdim
Misalnya salat duhur dengan asar: salat duhur dahulu empat
rakaat kemudian salat asar empat rakaat, dilaksanakan pada waktu duhur. Tata
caranya sebagai berikut:
1)
Berniat salat duhur dengan jamak
takdim. Bila dilafalkan yaitu:
اُصَلِّى فَرْضَ الظُهْرِ اَرْبَعَ
رَكَعَاتٍ جَمْعًا تَقْدِيْمًا مَعَ العَصْرِ فَرْضًا للهِ تَعَالى
2)
” Saya niat salat salat duhur
empat rakaat digabungkan dengan salat asar dengan jamak takdim karena Allah
Ta’ala”
3)
Takbiratul ihram
4)
Salat duhur empat rakaat seperti
biasa.
5)
Salam.
6)
Berdiri lagi dan berniat salat
yang kedua (asar), jika dilafalkan sebagai berikut;
اُصَلِّى فَرْضَ العَصْرِ اَرْبَعَ
رَكَعَاتٍ جَمْعًا تَقْدِيْمًا مَعَ الظُهْرِ فَرْضًا للهِ تَعَالى
7) Takbiratul
Ihram
8) Salat
asar empat rakaat seperti biasa.
9) Salam.
Catatan: Setelah salam pada salat yang pertama harus
langsung berdiri,tidak boleh diselingi perbuatan atau perkataan misalnya zikir,
berdo’a, bercakap-cakap dan lain-lain).
b.
Shalat Jama’ Takhir
Misalnya salat magrib dengan ‘isya: boleh salat magrib dulu
tiga rakaat kemudian salat ‘isya empat rakaat, dilaksanakan pada waktu ‘isya.
Tata caranya sebagai berikut:
1)
Berniat menjamak salat magrib
dengan jamak ta’khir. Bila dilafalkanyaitu:
اُصَلِى فَرْضَ المَغْرِبِ ثَلاَثَ
رَكَعَاتٍ جَمْعًا تَأخِيْرًا مَعَ العِشَاءِ فَرْضًا للهِ تََعَالَى
2)
Takbiratul ihram
3) Salat
magrib tiga rakaat seperti biasa.
4) Salam.
5) Berdiri
lagi dan berniat salat yang kedua (‘isya), jika dilafalkan sebagai berikut;
اُصَلّى
فَرْضَ العِسَاءِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا تَأخِيْرًا مَعَ المَغْرِبِ فَرْضًا
للهِ تََعَالَى
6) Takbiratul
Ihram
7) Salat
‘isya empat rakaat seperti biasa.
8)
Salam.
Catatan: Ketentuan setelah salam pada salat yang pertama
sama seperti salat jamak takdim. Untuk menghormati datangnya waktu salat,
hendaknya keuika waktu salat pertama sudah tiba, maka orang yang akan menjamak
ta’khir, sudah berniat untuk menjamak ta’khir salatnya, walaupun salatnya
dilaksanakan pada waktu yang kedua.
c.
Shalat Jamak Qasar menggunakan Jamak Takdim
Misalnya
salat duhur dengan asar. Tata caranya sebagai berikut:
1)
Berniat
menjamak qasar salat duhur dengan jamak takdim. Jika dilafalkan sebagai
berikut:
اُصَلّى فَرْضَ الظُهْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا مَجْمُوْعًا
اِلَيْهِ العَصْرُ جَمْعَ تَقْدِيْمًا للهِ تَعَالَى
2)
Takbiratul
ihram.
3)
Salat
duhur dua rakaat (diringkas)
4)
Salam.
5)
Berdiri
dan niat salat asar, jika dilafalkan sebagai berikut:
اُصَلّى فَرْضَ العَصْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا مَجْمُوْعًا
اِلَِى الظُهْرِ جَمْعَ تَقْدِيْمًا للهِ تَعَالَى
6)
Takbiratul
ihram.
7)
Salat
asar dua rakaat (diringkas)
8)
Salam
d.
Shalat dalam keadaan sakit
1) Shalat
Berdiri tetapi tidak bisa ruku atau sujud
Orang yang
mampu berdiri namun tidak mampu ruku’ atau sujud, ia tetap wajib berdiri. Ia
harus shalat dengan berdiri dan melakukan ruku’ dengan menundukkan badannya.
Bila ia tidak mampu membungkukkan punggungnya sama sekali, maka cukup dengan
menundukkan lehernya, kemudian duduk, lalu menundukkan badan untuk sujud dalam
keadaan duduk dengan mendekatkan wajahnya ke tanah sebisa mungkin
2)
Shalat
Dengan Duduk
Shalat dengan duduk boleh dilakukan dengan berbagai posisi
duduk, tetapi yang lebih utama adalah dengan duduk iftirosy seperti ketika
tasyahud awal. Sedangkan rukun shalat yang lain dilakukan seperti orang yang
sehat, termasuk ruku’ dan sujudnya. Hanya saja, apabila tidak mampu ruku’
secara sempurna, maka ruku’ dilakukan dalam keadaan duduk dengan cara
membungkukkan kepala sekira kening sejajar dengan kedua lutut atau sejajar
dengan tempat sujud, dan sujud dilakukan secara sempurna. Bila tidak mampu,
maka dengan membungkukkan kepala sekira posisi kepala saat sujud lebih rendah
dibanding saat ruku’.
3)
Shalat
dengan Tidur Miring
Saat shalat dilakukan dengan tidur miring, maka sunah
memakai sisi lambung sebelah kanan, dan posisi kepala berada di utara. Seperti
halnya shalat dengan posisi duduk, shalat dengan posisi ini juga harus
melakukan rukun shalat yang lain seperti orang sehat. Untuk ruku’ dan sujud
bila tidak bisa dilakukan dengan sempurna, maka isyaroh kepala untuk sujud
lebih rendah dibanding isyaroh untuk ruku’.
4)
Shalat
dengan Terlentang
Bila shalat dilakukan dengan terlentang, maka posisi kepala
wajib sedikit diangkat. Hal ini agar kepala dan sebagian dada dapat menghadap
ke arah qiblat. Sedangkan untuk ruku’ dan sujud dilakukan dengan isyaroh kepala
bila tidak mampu dilakukan secara sempurna. Dan yang harus diperhatikan di sini
adalah isyaroh kepala untuk sujud harus lebih rendah dibanding isyaroh untuk
ruku’.
5) Shalat dengan Isyaroh Mata dan
Shalat dalam Hati
Saat kondisi seseorang benar-benar kritis dan yang bisa
digerakkan hanya matanya, maka semua rukun shalat dikerjakan dengan isyaroh
mata.
MOTIVASI
Seorang
sahabat mengadu kepada Rasulullah, bahwa kalau mengerjakan shalat tidak dapat
khusyuk sepenuhnya. Sering kali ia masih teringat akan hal-hal lain, termasuk
urusan rumah tangga, utang piutang dn sebagainya
''Tidak
ada orang yang dapat sempurna dan khusyuk sepenuhnya dalam mengerjakan shalat dari
awal hingga akhir.'' Jawab Rasulullah..
''Saya
bisa, ya Rasulullah, ''tiba-tiba Ali bin Abi Thalib menyela.
''Betul?''
tanya Rasulullah. ''Benar, Rasulullah, ''jawab Ali bin Abi Thalib dengan yakin.
''Jika
memang benar kau dapat sempurna dan Khusyuk dari awal hingga akhir, akan
kuberikan sorbanku yang terbaik sebagai hadiah untukmu, ''Janji Rasulullah.
Kemudian
Ali bin Abi Thalib mengerjakan shalat sunnah dua rakaat, terlihat dia
mengerjakannya dengan penuh kekhusyukan. Setelah selesai ia ditanya oleh Nabi.
''Bagaimana? Kau bisa mengerjakannya dengan khusyuk dan sempurna?''
''Pada
rakaat pertama, saya mengerjakannya dengan khusyuk, ''jawab Ali dengan muka
murung. ''Dan pada rakaat yang kedua, ketika sujud yang terakhir saya tetap
khusyuk hingga duduk tasyahud. Namun ketika mendekati salam, barulah hati saya
berubah, teringat akan janjimu, ya Rasulullah, bahwa engkau akan memberikan
hadiah Sorban terbagus milikmu untuk saya. Maka rusaklah kekhusyukan shalat
saya.''
Hal
itu terjadi pula dengan yang lain, ''ujar Nabi. ''Sebab khusyuk itu diukur oleh
Allah sebatas kemampuan manusia. Yang penting, ketika pikiranmu terbawa kepada
urusan lain, cepat-cepat kembalikan kepada shalatmu lagi. Dalam mengerjakan
shalat , memang hendaknya seakan-akan kita mampu melihat dan berbicara kepada
Allah. Tetapi kalau tidak mampu, asalkan kita ingat bahwa Allah melihat kita,
itu sudah memadai.
RANGKUMAN
- Syariat tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya. Salah satu bentuk kemudahan dalam syariat adalah memperbolehkan seseorang (misalnya orang sakit atau musafir) untuk melaksanakan shalat dengan merpendek yaitu shalat 4 rakaat dijadikan shalat 2 rakaat (shalat qashar), atau dua shalat fardhu (misalnya shalat magrib dan Isya) digabungkan dalam satu waktu (shalat jama’).
- Jama` menurut bahasa berarti mengumpulkan. Sedangkan shalat jama` menurut istilah adalah mengumpulkan dua shalat wajib yang dikerjakan dalam satu waktu. Misalnya menggabungkan salat dhuhur dan ashar dikerjakan pada waktu dhuhur atau pada waktu ashar. Atau menggabungkan salat magrib dan ‘isya dikerjakan pada waktu magrib atau pada waktu ‘isya.
- Menjamak shalat hukumnya mubah atau boleh bagi orang yang sudah memenuhi syarat.
- Macam-macam shalat jama`, yaitu Jama’ Taqdim, adalah mengumpulkan dua shalat wajib dikerjakan pada waktu yang pertama (awal). Misalnya mengumpulkan shalat dhuhur dan shalat ashar, dikerjakan pada waktu Zhuhur. Dan Jama’ Ta'khir, adalah mengumpulkan dua shalatwajib yang dikerjakan pada waktu yang kedua (akhir). Misalnya mengumpulkan shalat Dhuhur dan shalat Ashar, dikerjakan pada waktu Ashar.
- Syarat-Syarat Umum Shalat Jama`: musafir, tidak boleh makmum kepada yang mukim, dalam keadaan terntentu (hujan lebat, sakit, dan sebagainya), dan berniat shalat jama’
- Qashar menurut bahasa berarti meringkas, sedangkan shalat qashar adalah meringkas shalat wajib empat raka`at menjadi dua raka`at. Mengqashar shalat bagi orang yang memenuhi syarat hukumnya mubah (boleh) karena merupakan rukhshah (keringanan) dalam melaksanakan shalat bagi orang -orang yang sudah memenuhi syarat.
- Shalat yang boleh diqashar adalah shalat zhuhur, ashar dan isya. Shalat Maghrib dan Subuh tidak boleh diqashar karena jumlah rakaatnya tidak empat rakaat.
- Hukum shalat qashar itu boleh, walaupun madzab syafi’I mengajurkan untuk menqashar daripada tidak, karena qashar merupakan rukhsah dan hadiah Allah kepadanya
- Syarat sah Shalat Qashar: musafir yang bukan karena maksiat, berniat mengqashar,
- Bagi orang yang sedang sakit maupun orang yang sedang dalam keadaan sulit melaksanakan shalat, Allah memberikan keringanan-keringanan (rukhsah) sesuai dengan kondisinya masing-masing. Dengan demikian, shalat dalam keadaan darurat adalah shalat dalam keadaan terpaksa, yaitu shalat dalam kendaraan dan shalat bagi orang sakit
0 Komentar untuk "KETENTUAN SALAT JAMA’, QASAR, JAMA’ QASAR DAN DALAM KEADAAN DARURAT Fiqih kelas 7 Kurtilas 2018"