ads
ads

Konsep Teknologi Informasi Pendidikan

 
 
Konsep Teknologi Informasi Pendidikan

  Pandangan umum tentang teknologi sangat mempengaruhi pengertian teknologi pendidikan. Awal dari kebutuhan teknologi untuk dunia pendidikan karena pengaruh teknologi produk yang makin banyak diminati masyarakat. Teknologi informasi tidak hanya terbatas pada teknologi komputer yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, tetapi juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirim informasi (Martin, 1999).

 Konsep Teknologi Informasi Pendidikan

Istilah teknologi berasal dari kata “textere” (bahasa Latin) yang artinya “to weave or construct”, menenun atau membangun. Menurut Saettler bahwa teknologi tidak selamanya harus menggunakan mesin, akan tetapi merujuk pada setiap kegiatan praktis yang menggunakan ilmu atau pengetahuan tertentu. Bahkan disebutkan bahwa teknologi itu merupakan usaha untuk memecahkan masalah manusia (Salisbury, 2002). Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Romiszowski (1981, h. 11) menyebutkan bahwa teknologi itu berkaitan dengan produk dan proses. Sedangkan Rogers (1986, h. 1) mempunyai pandangan bahwa teknologi biasanya menyangkut aspek perangkat keras (terdiri dari material atau objek fisik), dan aspek perangkat lunak (terdiri dari informasi yang yang terkandung dalam perangkat keras). Didasarkan atas pemahaman-pemahaman tersebut Salisbury (2002:7) mengungkapkan bahwa teknologi adalah penerapan ilmu atau pengetahuan yang terorganisir secara sistimatis untuk penyelesaian tugas-tugas secara praktis.
Penggunaan istilah teknologi dalam pendidikan tidak terlepas dari kajian Finn (1960) pada seminar tentang peran teknologi dalam masyarakat, dengan judul makalahnya “Technology and the Instructional Process”. Melalui makalahnya dikaji hubungan antara teknologi dengan pendidikan. Argumen utama yang disampaikannya didasarkan atas gejala pemanfaatan teknologi dalam kehidupan masyarakat yang memiliki kemiripan dengan kondisi yang terdapat dalam pendidikan. Oleh karena itu, penggunaan istilah teknologi yang digandengkan dengan pendidikan merupakan suatu hal yang tepat dan wajar.
Lumsdaine (1964) dalam Romiszoswki (1981:12) menyebutkan bahwa penggunaan istilah teknologi pada pendidikan memiliki keterkaitan dengan konsep produk dan proses. Konsep produk berkaitan dengan perangkat keras atau hasil-hasil produksi yang dimanfaatkan dalam proses pengajaran. Pada tahapan yang sederhana jenis teknologi yang digunakan adalah papan tulis, bagan, objek nyata, dan model-model yang sederhana. Pada tahapan teknologi menengah digunakannya OHP, slide, film proyeksi, peralatan elektronik yang sederhana untuk pengajaran, dan peralatan proyeksi (LCD). Sedangkan tahapan teknologi yang tinggi berkaitan dengan penggunaan paket-paket yang kompleks seperti belajar jarak jauh yang menggunakan radio, televisi, modul, computer assisted instruction, serta pengajaran atau stimulasi yang komplek, dan sistem informasi dial-access melalui telepon dan lain sebagainya. Penggunaan perangkat keras ini sejalan dengan perkembangan produk industri dan perkembangan masyarakat, seperti e-learning yang memanfaatkan jaringan internet untuk kegiatan pembelajaran. Konsep proses atau perangkat lunak, dipusatkan pada pengembangan substansi pengalaman belajar yang disusun dan diorganisir dengan menerapkan pendekatan ilmu untuk kepentingan penyelenggaraan program pembelajaran. Pengembangan pengalaman belajar ini diusahakan secara sistemik dan sistematis dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar. Konsep proses dan konsep produk pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan karena keduanya bersama-sama dimanfaatkan untuk kepentingan pemberian pengalaman belajar yang optimal kepada siswa.
Pengembangan program belajar diawali dengan analisis tingkahlaku (tingkahlaku yang perlu dipelajari dan keadaan tingkahlaku belajar siswa) yang perlu dikuasai siswa dalam proses belajar dan pelahiran tingkah laku setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Tahapan analisis tingkahlaku tersebut memanfaatkan penggunaan ilmu atau sejumlah pengetahuan untuk mengungkap kemampuan yang harus dimiliki calon siswa, di samping kemampuan yang harus digunakannya untuk memperoleh kemampuan hasil belajar. Romiszwoski (1986: 15-17) memasukkan kegiatan tersebut ke dalam istilah “behavioral technology”. Selanjutnya, kemampuan-kemampuan hasil analisis dikembangkan ke dalam pengembangan program pembelajaran yang terpilih, atau tahapan “instructional technology”.
Konsep dan prinsip teknologi pembelajaran kemudian diperkaya oleh ahli-ahli bidang Psikologi, seperti Bruner (1966), dan Gagne (1974), ahli Cybernetic seperti Landa (1976), dan Pask (1976), serta praktisi seperti Gilbert (1969), dan Horn (1969), serta lembaga-lembaga pendidikan yang memiliki ketertarikan atas pengembangan program pembelajaran. Walaupun teknologi pembelajaran termasuk masih prematur, akan tetapi usaha pengembangannya terus dilakukan secara kreatif dan teliti sehingga mampu memecahkan permasalahan yang muncul dalam pembelajaran, sampai kepada hal-hal mikro dalam tahapan tingkahlaku belajar siswa.
Pembelajaran pada hakekatnya mempersiapkan siswa untuk dapat menampilkan tingkahlaku hasil belajar dalam kondisi yang nyata atau untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Untuk itu, pengembang program pembelajaran selalu menggunakan teknik analisis kebutuhan belajar untuk memperoleh informasi mengenai kemampuan yang diperlukan siswa. Bahkan setelah siswa menyelesaikan kegiatan belajar selalu dilakukan analisis umpan balik untuk melihat kesesuaian hasil belajar dengan kebutuhan belajar. Harless menyebutnya dengan “front-end analysis”, sedangkan Mager dan Pape (1970) menyebutnya “performance problem analysis”. Dan Romizwoski (1986) mengistilahkan kegitan tersebut sebagai “performance technology”.
Secara konsep dan praktek, program pembelajaran memerlukan perhatian semua pihak yang memiliki keterkaitan termasuk kajian disiplin ilmu, dan tidak bisa hanya dipercayakan sepenuhnya kepada pihak pengajar saja. Hal ini diakibatkan oleh kompleksnya masalah human learning. Belajar berkaitan dengan perkembangan psikologis siswa, pengalaman yang perlu diperoleh, kemampuan yang harus dipelajari, cara atau teknik belajar, lingkungan yang perlu menciptakan kondisi yang kondusif, sarana dan fasilitas yang mendukung, dan berbagai faktor eksternal lainnya. Untuk itu, Malcolm Warren mengungkapkan bahwa diperlukan teknologi untuk mengelola secara efektif pengorganisasian berbagai sumber manusiawi. Romizowski (1986) menyebutnya dengan “Human resources management technology”. Penanganan berbagai pihak yang diperlukan dan memiliki perhatian terhadap pengembangan program belajar dan penyelenggaraan kegiatan pembelajaran memerlukan satu teknik tertentu yang dapat mengkoordinir dan mengakomodasikannya sesuai dengan potensi dan keahlian masing-masing.
Keterkaitan keseluruhan teknologi yang diperlukan untuk menangani masalah belajar manusia tersebut diuraikan sebagai berikut: dimulai dari teknologi yang berkaitan dengan cara penguasaan kemampuan oleh siswa atau disebut dengan “behavioral technology”, kemudian teknologi yang diperlukan dalam disain, pengembangan, dan pemanfaatan program pembelajaran yang disebut dengan “instructional technology”, teknologi yang berkaitan dengan mencocokkan kebutuhan belajar dengan penampilan siswa dalam konteks tertentu disebut dengan “performance technology”, dan keseluruhan teknologi tersebut dibungkus melalui teknologi untuk mengelola berbagai sumber yang diperlukan untuk kepentingan disain, pengembangan, dan penyelenggaraan program belajar yang disebut dengan “human resources management technology”.
Untuk lebih mengenai pengertian tekonologi pendidikan, pada bagian ini diuraikan beberapa pendapat para ahli.
a.    Konsep Teknologi menurut Finn (1960)
Finn, sebagaimana dikutip oleh Gentry menyatakan,“selain diartikan sebagai mesin, teknologi bisa mencakup proses, sistem, manajemen dan mekanisme pantauan; baik manusia itu sendiri atau bukan. Secara luas, teknologi merupakan cara pandang terhadap masalah berikut lingkupnya, tingkat kesukaran, studi kelayakan, serta cara mengatasi masalah secara teknis dan ekonomis”.
Dalam hal yang sama, ia mengutip pula konsep Simon (1983) yang berbunyi, “teknologi sebagai disiplin rasional, untuk meyakinkan manusia akan keahliannya menghadapai alam fisik atau lingkungan melalui penerapan hukum atau aturan ilmiah yang telah ditentukan.”

b.    Konsep Teknologi Menurut Saettler
Saettler berpendapat bahwa teknologi asal katanya – techne , bahasa Yunani, dengan makna seni, kerajinan tangan, atau keahlian. Kemudian ia menerangkan bahwa teknologi bagi bangsa Yunani kuno diakui sebagai suatu kegiatan khusus, dan sebagai pengetahuan. Pendapat Saettler ini mengacu pada konsep Mitcham. Ia mencantumkan uraian Aristoteles tentang techne sebagai penerapan (ilmu) pengetahuan sistematis agar menghasilkan kegiatan (manusia)yang baik.

c.    Konsep Teknologi menurut Heinich,et al .
Pendapat Heinich, Molenda, dan Russell, 1993 memperkuat asumsi sebelumnya. Menurut mereka, “teknologi merupakan penerapan pengetahuan yang ilmiah dan tertata …teknologi sebagai suatu proses atau cara berpikir bukan hanya produk seperti komputer, satelit, dan sebagainya.” Ketiga pakar ini membedakan antara teknologi/ perangkat lunak atau soft technology dengan teknologi/ perangkat keras atau hard technology. Selain itu, mereka menyatakan “teknologi sebagai suatu pengetahuan diterapkan oleh manusia untuk mengatasi masalah dan melaksanakan tugas dengan cara sistematis dan ilmiah ”.
Dari seluruh definisi tadi hanya definisi dari Finn saja yang menyinggung arti teknologi sebagai penggunaan mesin atau perangkat keras. Para pakar tadi berkesimpulan bahwa :
1)    teknologi terkait dengan sifat rasional dan ilmiah
2)    teknologi menunjuk suatu keahlian, baik itu seni atau kerajinan tangan
3)    teknologi dapat diterjemahkan sebagai tehnik atau cara pelaksanaan suatu kegiatan,atau sebagai suatu proses
4)    teknologi mengacu pada penggunaan mesin-mesin dan perangkat keras.
Pada halaman 19-20 dari buku tentang “Educational Technology, mereka mengutip definisi Council for Educational Technology for the UK, yang menjabarkan teknologi pendidikan sebagai pengembangan, penerapan dan evaluasi atas sistem, tehnik, serta alat bantu untuk meningkatkan proses belajar (manusia).
Selain definisi ini, mereka juga mencantumkan definisi yang berasal dari National Centre for Programmed Learning, UK. Definisi tersebut berbunyi antara lain “teknologi pendidikan adalah penerapan pengetahuan ilmiah mengenai belajar dan kondisi belajar untuk meningkatkan keefektifan dan efisiensi pengajaran dan pelatihan. Jika tidak ada temuan atau prinsip ilmiah, maka teknologi pendidikan menggunakan tehnik teruji secara empirik untuk meningkatkan proses belajar ”. Mereka berpendapat pola terapan teknologi pendidikan terjadi berupa proses berulang dan pendekatan sistem sebagai alur berpikir dalam merancang situasi pembelajaran dan memanfaatkan metode atau tehnik apa saja yang dianggap sesuai untuk pencapaian tujuan belajar. Pendekatan sistem diharapkan agar dapat diselaraskan dengan rancangan materi dan luwes terhadap perkembangan terbaru proses belajar serta kemajuan di bidang pendekatan pembelajaran berikut metodenya.
Association for Educational Communications and Technology atau AECT (Amerika Serikat), Organisasi profesi teknologi pendidikan tertua ini berulang kali merumuskan batasan yang memadai mengenai teknologi pendidikan. Beberapa definisi yang dianggap kokoh dan permanen diantaranya adalah definisi yang diluncurkan oleh Komisi khusus AECT tahun 1977 dan definisi yang diluncurkan oleh Seels &Richey tahun 1994 dan masih disponsori oleh organisasi profesi ini.

d.    Definisi Association for Educational Communications Technology (AECT)
Pada tahun 1963 AECT  mendefinisikan bahwa: “Komunikasi audio-visual adalah cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan guna  mengendalikan  proses belajar, mencakup kegiatan : (a) mempelajari kelemahan dan kelebihan suatu pesan  dalam proses belajar; (b) penstrukturan dan sistematisasi  oleh orang maupun instrumen dalam lingkungan pendidikan, meliputi : perencanaan, produksi, pemilihan, manajemen dan pemanfaatan dari komponen maupun keseluruhan sistem pembelajaran. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan medium komunikasi secara efektif untuk membantu pengembangan potensi pembelajar secara maksimal.”
Meskipun masih menggunakan istilah komunikasi audio-visual, definisi di atas telah menghasilkan kerangka dasar bagi pengembangan Teknologi Pembelajaran serta  dapat mendorong terjadinya peningkatan pembelajaran.
Pada tahun 1972, AECT berupaya  merevisi defisini yang sudah ada, dengan memberikan rumusan sebagai berikut “Teknologi Pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia melalui usaha sistematik dalam: identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut”.
Definisi ini didasari semangat untuk menetapkan komunikasi audio-visual sebagai suatu bidang studi. Ketentuan ini mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan merupakan suatu profesi. 
Tahun 1977 AECT kembali memperbarui rumusan teknologi pendidikan dengan rekdasi sebagai berikut: “Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia. Dari rumusan tersebut berusaha mengidentifikasi teknologi pembelajaran sebagai suatu teori, bidang dan profesi. Definisi sebelumnya, kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi pendidikan sebagai suatu teori.
Pada rumusan ini membedakan dua rumusan teknologi pendidikan dengan teknologi instruksional. Teknologi pendidikan sebagai proses yang terpadu, melibatkan orang, prosedur, gagasan, peralatan dan organisasi untuk menganalisis dan mengolah masalah, kemudian menggunakan, mengevaluasi, dan mengelola seluruh upaya pemecahan masalahnya yang termasuk aspek belajar (manusia)”. Sedangkan Teknologi instruksional merupakan bagian dari teknologi pendidikan. Rumusan tersebut mengandalkan teknologi pendidikan sebagai suatu proses kegiatan berkesinambungan dan merinci kegiatan yang harus dilaksanakan oleh para praktisinya.
Konsep teknologi instruksional berkaitan dengan lingkup yang lebih sempit. Dengan asumsi ini, maka teknologi instruksional dianggap lebih tepat dalam menjabarkan peran teknologi pendidikan dan teknologi instruksional dianggap mencakup jenjang pendidikan dari TK sampai dengan SMU, bahkan perguruan tinggi dan termasuk di dalamnya situasi belajar pada program pelatihan.
Beberapa pihak masih mempertahankan nama teknologi pendidikan. Mereka tetap beranggapan bahwa teknologi instruksional sebagai bagian dari teknologi pendidikan. Istilah teknologi pendidikan digunakan agar bidang garapan menjadi lebih luas. Pendidikan sebenarnya bisa diterjemahkan sebagai upaya penyelenggaraan kegiatan belajar di berbagai lingkungan, termasuk di rumah, sekolah, di kantor, atau di mana saja selama masih memungkinkan terjadi. Instruksional bisa dikonotasikan hanya proses belajar di lingkungan sekolah.
Michael Molenda (1989) mencoba merumuskan teknologi instruksional sebagai “seni sekaligus ilmu (pengetahuan) mengenai kegiatan merancang, memproduksi dan melaksanakannya dengan cara ekonomis namun anggun /canggih, pemecahan masalah instruksional – dalam bentuk media cetak atau media pandang-dengar, kuliah, atau keseluruhan sistem instruksional – yang mengatur dan mempersiapkan proses belajar dengan efisien dan efektif. Molenda menekankan perpaduan antara unsur seni sekaligus ilmiah dalam menyelenggarakan proses belajar dengan cara berhemat tetapi tidak mengesampingkan mutu hasil belajar.
Bagi Gagne, “teknologi instruksional menyangkut tehnik praktis dari penyampaian instruksional yang melibatkan penggunaan media. Tujuan utama bidang teknologi instruksional adalah meningkatkan dan memperkenalkan penerapan pengetahuan tadi dan memvalidasikan prosedur dalam rancangan dan penyempaian instruksional. Gagne menginginkan upaya pengolahan materi belajar menjadi prioritas agar interaksi belajar terjadi. Interaksi belajar timbul karena pelajar sedang menyerap materi dan menginterpretasikannya –menulis kembali satu alinea atau mengingat rumus– bisa pula terjadi antara pelajar dengan orang lain, misalnya guru, temannya atau narasumber lain.
Tahun 1994 AECT menekankan teknologi pembelajaran dengan redaksi sebagai berikut: “Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi  tentang proses dan sumber untuk belajar.” Meski dirumuskan dalam kalimat yang lebih sederhana, definisi ini sesungguhnya mengandung makna yang dalam. Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang dan profesi,  yang tentunya perlu didukung oleh landasan teori dan praktek yang kokoh.  Definisi ini juga  berusaha menyempurnakan wilayah atau kawasan bidang kegiatan dari teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi ini berusaha menekankan pentingnya proses dan produk.
Gary J Anglin (1995) mengamati struktur dan prosedur kerja seluruh komponen yang teruji dan rapi ternyata lebih penting. Ia mengatakan, “teknologi instruksional adalah penerapan sistemik dan sistematis dari strategi-strategi dan tehnik-tehnik yang berasal dari ilmu perilaku serta ilmu lain untuk mengatasi masalah instruksional”.
Pernyataannya menegaskan bahwa konsep teknologi instruksional menerapkan atau “meminjam ” bidang lain dalam menciptakan proses belajar kondusif .
Tjeerd Plomp &Donald P Ely memberikan definisi yang berbeda. Dengan merujuk pada konsep Finn, mereka mengungkapkan dua aspek pokok dalam teknologi instruksional. Kedua aspek tersebut yakni: Teknologi instruksional mengacu pada proses belajar dan pengembangan produk merupakan materi belajar yang telah diuji dan direvisi secara sistematis.
Dengan mengkaji dan mencermati berbagai rumusan teknologi pendidikan sekaligus teknologi instruksional,unsur-unsur termasuk bidang ini yaitu proses belajar; penciptaan kondisi belajar yang teruji; penyediaan produk belajar dan sistem penyampaiannya; penyediaan sumber-sumber belajar lainnya. Istilah sehubungan dengan teknologi pendidikan:
1)    Teknologi dalam pendidikan: produk teknologi yang dimanfaatkan oleh dunia pendidikan, misalnya video dapat dimanfaatkan bukan hanya untuk hiburan di rumah, tetapi dapat pula dimanfaatkan untuk proses belajar.
2)    Berbagai produk teknologi lain yang dimanfaatkan untuk kepentingan belajar termasuk dalam penerapan teknologi pendidikan.
Tom Cutchall (1999) menyatakan: Instructional technology is the research in and application of behavioral science and learning theories and the use of a systems approach to analyze, design, develop, implement, evaluate and manage the use of technology to assist in the solving of learning or performance problems. (source: http://www.arches. uga.edu/~cutshall/tomitdef.html). Definisi menurut Cutchal ini sama seperti definisi AECT 1994. Dia menekankan bahwa teknologi pembelajaran merupakan penelitian dan aplikasi ilmu prilaku dan teori belajar dengan menggunakan pendekatan sistem untuk melakukan analisis, desain, pengembangan, implementasi, evaluasi dan pengelolaan penggunaan teknologi untuk membantu memecahkan masalah belajar dan kinerja. Tujuan utamanya adalah pemanfaatan teknologi (soft-technology maupun hard-technology) untuk membantu memecahkan masalah belajar dan kinerja manusia.
AECT (2004): Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, and managing appropriate technological processes and resources. Ini adalah definisi terbaru yang menyatakan bahwa teknologi pendidikan adalah studi dan praktek etis dalam upaya memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara menciptakan, menggunakan/memanfaatkan, dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi yang tepat. Jelas, tujuan utamanya masih tetap untuk memfasilitasi pembelajaran (agar efektif, efisien dan menarik/joyfull) dan meningkatkan kinerja.

e.    Definisi Teknilogi pendidikan menurut Commission on Instruction Technology (CIT) 1970
Dalam pandangan CIT, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di samping guru, buku teks, dan papan tulis dan seluruh bagian yang membentuk teknologi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras maupun lunak lainnya. Mereka merumuskan bahwa teknologi pembelajaran adalah: usaha sistematik dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi keseluruhan proses belajar untuk suatu tujuan khusus, serta didasarkan pada penelitian tentang proses belajar dan komunikasi pada manusia yang menggunakan kombinasi sumber belajar dan manusia agar belajar dapat berlangsung efektif.”
Dengan mencantumkan istilah tujuan khusus, tampaknya rumusan tersebut berusaha mengakomodir pengaruh pemikiran B.F. Skinner (salah seorang tokoh Psikologi Behaviorisme) dalam teknologi pembelajaran. Begitu juga, rumusan tersebut memandang pentingnya penelitian tentang metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan khusus.


f.    Definisi Silber 1970
Definisi teknologi pembelajaran yang dikemukakan oleh Kenneth Silber menyebutkan istilah pengembangan. Pada definisi sebelumnya yang dimaksud dengan pengembangan lebih diartikan  pada pengembangan potensi manusia. Dalam definisi Silber, penggunaan istilah pengembangan memuat dua pengertian, disamping berkaitan dengan pengembangan potensi manusia juga diartikan sebagai pengembangan dari teknologi pembelajaran itu sendiri, yang mencakup: perancangan, produksi, penggunaan dan penilaian teknologi untuk pembelajaran. Menurutnya “Teknologi Pembelajaran adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan-pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan  (organisasi dan personal) secara sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar”.

g.    Definisi MacKenzie dan Eraut  1971
“Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai.” Definisi sebelumnya meliputi istilah, “mesin”, instrumen” atau “media”, sedangkan dalam definisi   MacKenzie dan Eraut  ini  tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih berorientasi pada proses.

h.    Definisi Vaza
Menurut Vaza (2007: 7) teknologi adalah sebuah proses yang dilaksanakan dalam upaya mewujudkan sesuatu secara rasional. Vaza menekankan kata rasional dalam pengertian teknologi tersebut. Hal ini untuk membedakan dengan pewujudan sesuatu yang diperoleh secara intuitif, seperti karya seni. Menurut Vaza, teknologi terkait dengan jawaban terhadap pertanyaan ”HOW”, sedangkan sains terkait dengan jawaban ”WHY”.
Teknologi modern didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang ditransformasikan ke dalam produk, proses, jasa dan struktur organisasi. Penciptaan teknologi oleh manusia dengan menggunakan budi daya akalnya. Manusia harus memanfaatkan akal pikirannya dalam merekayasa teknologi berdasarkan nalarnya lalu membuatnya menjadi suatu produk yang kongkrit. Dengan pengertian lain bahwa teknologi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk kepentingan dan kesejahteraan.
Pengertian teknologi dapat dipahami dari berbagai definisi yang didasarkan pada berbagai pendekatan. Salah satu pendekatan ialah mendefinisikan teknologi sebagai suatu produk. Dalam pendekatan teknologi sebagai suatu produk, teknologi antara lain didefinisikan sebagai pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin, material, dan proses yang menolong manusia menye-lesaikan masalahnya. Sejalan dengan definisi tersebut, beberapa pakar mendefinisikan teknologi sebagai sekumpulan pengetahuan ilmiah, mesin perkakas, dan kemampuan organisasi produksi yang dikelola secara sistematis dan efektif.
Kata teknologi sering dipahami sebagai sesuatu yang berupa mesin atau hal-hal yang berkaitan dengan permesinan, namun sesungguhnya teknologi pendidikan memiliki makna yang lebih luas, kerena teknologi pendidikan merupakan perpaduan dari unsur manusia, mesin, ide, prosedur, dan pengelolaannya (Hoba, 1997). Lebih lanjut pengertian teknologi didefinisikan sebagai penerapan dari ilmu atau pengetahuan lain yang terorganisir ke dalam tugas-tugas praktis (Galbraith, 1977).
Keberadaan teknologi harus dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Teknologi juga tidak dapat dipisahkan dari masalah, sebab teknologi lahir dan dikembangkan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh manusia. 
Teknologi pendidikan bisa dipandang sebagai suatu produk dan proses. Sebagai suatu produk, teknologi pendidikan mudah dipahami karena sifatnya lebih kongkrit seperti radio, televisi, proyektor, OHP, dan sebagainya. Sebagai sebuah proses, teknologi pendidikan bersifat abstrak. Dalam hal ini teknologi pendidikan bisa dipahami sebagai suatu proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan untuk mengatasi permasalahan, melaksanakan, menilai, dan mengelola pemecahan masalah tersebut yang menyangkut semua aspek belajar manusia. Sejalan dengan hal tersebut, maka lahirlah teknologi pendidikan dari adanya permasalahan dalam pendidikan.
Ada tiga prinsip dasar dalam teknologi pendidikan sebagai acuan dalam pengembangan dan pemanfaatannya, yaitu pendekatan sistem, berorientasi pada siswa, dan pemanfaatan pada sumber belajar (Sadiman, 1984). Prinsip pendekatan sistem berarti bahwa penyelenggaraan pendidikan dan pembela-jaran perlu didisain atau dirancang dengan menggunakan pendekatan sistem. Dalam merancang pembelajaran diperlukan langkah-langkah prosedural me-liputi: identifikasi masalah, analisis keadaan, identifikasi tujuan, pengelolaan pembelajaran, penetapan metode, penetapan media, dan evaluasi pembelajar-an (IDI model, 1989). Prinsip berorientasi pada siswa berarti bahwa dalam pembelajaran hendaknya memusatkan perhatiannya pada peserta didik dengan memperhatikan karakteristik, minat, potensi dari siswa. Prinsip pemanfaatan sumber belajar berarti dalam pembelajaran, siswa hendaknya dapat memanfa-atkan sumber belajar untuk mengakses pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkannya. Satu hal lagi bahwa teknologi pendidikan adalah satu bidang yang menekankan pada aspek belajar siswa.
Teknologi dalam pembelajaran diartikan sebagai mekanisme untuk men-distribusikan pesan, termasuk sistem pos, siaran radio dan televisi, telepon, satelit dan jaringan komputer. Pada bahan diklat ini, pengertian teknologi di-dasarkan pada definisi ini. Mungkin Anda bertanya, kalau begitu apa yang di-sebut media? Pengertian media dalam materi diklat ini ialah diambil dari CISAER (2003). CISAER mendefinisikan media dalam pembelajaran seba-gai pesan yang didistribusikan melalui teknologi, terutama teks dalam bahan ajar cetak dan dalam jaringan komputer, bunyi dalam audio-tape dan siaran radio, serta teks, suara dan/atau gambar pada telekonferensi.
Penggunaan teknologi dalam pembelajaran mengarah pada penggunaan internet atau jaringan komputer. Petherbridge dan Chapmen (2007) melaporkan bahwa teknologi internet yang digunakan dalam pembelajaran tumbuh dari 4.000 satuan kredit semester pada tahun 2000 menjadi lebih dari 19.000 satuan kredit semester pada tahun 2005. Sedangkan penggunaan teknologi lainnya dalam pembelajaran, seperti siaran TV dan radio, DVD, video, relatif tetap setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena teknologi internet mampu menyampaikan pesan secara mutimedia, baik teks, suara, gambar diam, maupun gambar bergerak. Selain itu, teknologi internet memungkinkan penyampaian pesan secara langsung (synchronous) seperti siaran TV atau radio atau pe-nyampaian pesan secara tidak langsung (asynchronous) seperti video, kaset, dan buku. Dengan fleksibilitas yang dimiliki teknologi internet, tidak meng-herankan bila perkembangan penggunaan teknologi dalam pembelajaran me-ngarah pada penggunaan internet. Pada umumnya yang dimaksud dengan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran ialah penggunaan intenet untuk pembelajaran. Oleh karena itu, dalam paparan ini akan lebih ba-nyak dibahas mengenai penggunaan internet untuk pembelajaran.
Keberhasilan pembelajaran yang dilakukan dalam satu kegiatan pendidikan adalah bagaimana siswa dapat belajar dengan cara mengidentifikasi, mengembangkan, mengorganisasi, serta menggunakan segala macam sumber belajar. Upaya pemecahan masalah dalam pendekatan teknologi pendidikan adalah dengan mendayagunakan sumber belajar. Hal ini sesuai dengan pengubahan istilah dari teknologi pendidikan menjadi teknologi pembelajaran. Dalam definisi teknologi pembelajaran dinyatakan bahwa teknologi pendidikan adalah teori dan praktik dalam hal rancangan, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi terhadap sumber dan proses untuk belajar (Barbara, 1994).
Teknologi dalam pembelajaran telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda dengan proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap muka antara guru dan siswa baik di kelas maupun di luar kelas sehingga teknologi dalam pembelajaran diartikan sebagai media untuk mendistribusikan pesan, termasuk sistem pos, siaran radio, televisi, telepon, satelit dan jaringan komputer. Dengan demikian teknologi yang secara langsung relevan dengan pembelajaran adalah disesuaikan dengan makna pembelajaran itu sendiri. Ase Suherlan (2000: 48) mengemukakan bahwa pembelajaran teknologi pada hakikatnya merupakan komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik, baik di antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa dan lingkungan belajar dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran. Dari makna pembelajaran di atas terdapat makna inti bahwa pembelajaran harus mengandung unsur komunikasi dan Informasi.
Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa:
a.    Teknologi pembelajaran / teknologi pendidikan adalah suatu disiplin /bidang (field of study)
b.    istilah teknologi pembelajaran dipakai bergantian dengan istilah teknologi pendidikan.
c.    tujuan utama teknologi pembelajaran adalah (1) untuk memecahkan masalah belajar atau memfasilitasi pembelajaran; dan (2) untuk meningkatkan kinerja;
d.    dalam mewujudkan tersebut menggunakan pendekatan sistemik (pendekatan yag holistik/komprehensif, bukan pendekatan yang bersifat parsial);
e.    kawasan teknologi pembelajaran dapat meliputi kegiatan yang berkaitan dengan analisis, desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, implementasi dan evaluasi baik proses-proses maupun sumber-sumber belajar.
f.    teknologi pembelajaran tidak hanya bergerak di persekolahan tapi juga dalam semua aktifitas manusia (seperti perusahaan, keluarga, organisasi masyarakat, dll) sejauh berkaitan dengan upaya memcahkan masalah belajar dan peningkatan kinerja.
g.    yang dimaksud dengan teknologi disini adalah teknologi dalam arti yang luas, bukan hanya teknologi fisik (hardtech), tapi juga teknologi lunak (softtech).
0 Komentar untuk " Konsep Teknologi Informasi Pendidikan "

Back To Top