ads
ads

Keteguhan Iman Sahabat Abu Bakr Ash Shiddiq

Keteguhan  Iman Sahabat Abu Bakr Ash Shiddiq

Nama Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu 'anhu adalah tidak asing lagi bagi sekalian ummat Islam, baik dahulu maupun sekarang. Dialah manusia yang dianggap paling agung dalam sejarah Islam sesudah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Kemuliaan akhlaknya, kemurahan hatinya dalam mengorbankan harta benda dan kekayaannya, kebijaksanaannya dalam menyelesaikan masalah ummat, ketenangannya dalam menghadapi kesukaran, kerendahan hatinya ketika berkuasa serta tutur bahasanya yang lembut lagi menarik adalah sukar dicari bandingannya baik dahulu maupun sekarang. Dialah tokoh sahabat terbilang yang paling akrab dan paling disayangi oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Karena besarnya pengorbanan beliau itulah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mengatakan: “Islam telah tegak di atas harta Siti Khadijah dan pengorbanan Abu Bakar.”
Beberapa keistimewaan beliau adalah  karena  Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. adalah seorang sahabat yang terkenal karena keteguhan imannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah menyanjungi sahabatnya itu dengan sabdanya, “Jika ditimbang iman Abu Bakar Ash-Shiddiq dengan iman sekalian ummat maka lebih berat iman Abu Bakar“. Mengapa demikian, di antara jawabannya adalah karena beliau tidak mencintai dunia ini, cintanya pada Allah dan rasulnya melebihi apapun. Dan yang kedua adalah karena rasa takutnya pada yaumul Hisab attau pengadilan Allah swt: suatu ketika beliau berkata: alangkah beruntung jikalau diriku tercipta hanya seperti selembar daun yang tidak dihisab pada hari Qiyamat nanti. Dua keadaan inilah yang menyebabkan Nabi bersabda bahwa imannya adalah paling berat di banding iman umat Islam semuanya.
Berikut adalah deskripsi tentang Abu Bakar r.a.: setelah ia masuk Islam dia telah menginfaqkan empat puluh ribu dinar untuk kepentingan shadaqah dan memerdekakan budak. Dalam Perang Tabuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah meminta kepada sekalian kaum Muslimin agar mengorbankan hartanya pada jalan Allah. Tiba-tiba datanglah Abu Bakar radhiallahu 'anhu membawa seluruh harta bendanya lalu meletakkannya di antara dua tangan baginda Rasul. Melihat banyaknya harta yang dibawa oleh Saiyidina Abu Bakar radhiallahu 'anhu, bagi tujuan jihad itu maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjadi terkejut lalu berkata kepadanya: “Hai sahabatku yang budiman, kalau sudah semua harta bendamu kau korbankan apa lagi yang akan engkau tinggalkan buat anak-anak dan isterimu?” Pertanyaan Rasulullah saw  itu dijawab oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq dengan tenang sambil tersenyum, ujarnya. “Saya tinggalkan buat mereka Allah dan RasulNya.” (lih. tafsir surat Al-Lail).

Diriwayatkan oleh At-Turmudzi dari Umar Ibnul Khattab berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kita untuk bersedeqah, saat itu aku memiliki harta maka aku berkata, “Pada hari inilah aku akan mengungguli Abu Bakar, semoga aku mengunggulinya pada hari ini”. Maka akupun mengambil setengah hartaku, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu? Aku menjawab: Sejumlah yang aku sadaqahkan (50 %)”.  Lalu Abu Bakar datang dengan membawa seluruh hartanya dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Wahai Abu Bakar, apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu? Dia menjawab: Aku meninggalkan Allah dan Rasul-Nya. Lalu Umar berkata: Demi Allah aku tidak bisa mengungguli Abu Bakar dalam kebaikan untuk selamanya”. [Sunan At-Tirmdzi no: 3675). 

Diriwayatkan oleh At-Turmudzi dari hadits Anas bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Abu Bakar dan Umar, “Dua orang ini adalah pemimpin para penghuni surga yang dewasa baik generasi yang terdahulu atau yang akan datang kecuali para Nabi dan Rasul”.[Sunan Turmudzi: no: 3664]. Imam Bukhari rahimahullah membuat bab di dalam Kitab Fadha’il ash-Shahabah [Fath al-Bari Juz 7 hal. 15] dengan judul ‘Bab; Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tutuplah pintu-pintu -di dinding masjid- kecuali pintu Abu Bakar. Imam Bukhari berkata, dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah kepada para sahabat: “Sesungguhnya Allah memberikan tawaran kepada seorang hamba; antara dunia dengan apa yang ada di sisi-Nya. Ternyata hamba itu lebih memilih apa yang ada di sisi Allah.”
Abu Sa’id berkata: “Abu Bakar pun menangis. Kami merasa heran karena tangisannya. Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan ada seorang hamba yang diberikan tawaran. Ternyata yang dimaksud hamba yang diberikan tawaran itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Memang, Abu Bakar adalah orang yang paling berilmu di antara kami.”  Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling berjasa kepadaku dengan ikatan persahabatan dan dukungan hartanya adalah Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengangkat seorang Khalil -kekasih terdekat- selain Rabb-ku niscaya akan aku jadikan Abu Bakar sebagai Khalil-ku. Namun, cukuplah -antara aku dengan Abu Bakar- ikatan persaudaraan dan saling mencintai karena Islam. Dan tidak boleh ada satu pun pintu yang tersisa di [dinding] masjid ini kecuali pintu Abu Bakar.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya, di Kitab Fadha’il ash-Shahabah (lihat Syarh Nawawi Juz 8 hal. 7-8). Berikut ini pelajaran-pelajaran yang bisa dipetik dari hadits di atas:
1.    Hadits ini mengandung keistimewaan yang sangat jelas pada diri Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu yang tidak ditandingi oleh siapapun di antara para sahabat. Hal itu disebabkan beliau berhak mendapat predikat Khalil -kekasih terdekat- bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kalaulah bukan karena faktor penghalang yang disebutkan oleh Nabi di atas.
2.    Abu Bakar radhiyallahu’anhu mengetahui bahwa seorang hamba yang diberikan tawaran tersebut adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itu beliau pun menangis karena sedih akan berpisah dengannya, terputusnya wahyu, dan akibat lain yang akan muncul setelahnya.
3.    Para ulama itu memiliki pemahaman yang bertingkat-tingkat. Setiap orang yang lebih tinggi pemahamannya maka ia layak untuk disebut sebagai a’lam (orang yang lebih tahu).
4.    Hadits ini mengandung motivasi untuk lebih memilih pahala akhirat daripada perkara-perkara dunia (lihat Fath al-Bari [7/19])
5.    Hendaknya seorang berterima kasih kepada orang lain yang telah berbuat baik kepadanya dan menyebutkan keutamaannya (lihat Fath al-Bari [7/19]).
Kita juga bisa melihat bersama bagaimana kedalaman ilmu Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu terhadap hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga ilmu itupun terserap dengan cepat ke dalam hatinya dan membuat air matanya meleleh. Kecintaan kepada akhirat dan kerinduan untuk bertemu dengan Allah jauh lebih beliau utamakan daripada kesenangan dunia. Beliau sangat menyadari bahwa kehadiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah para sahabat laksana lentera yang menerangi perjalanan hidup mereka. Nikmat hidayah yang dicurahkan kepada mereka melalui bimbingan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah di atas segala-galanya.
Kita pun bisa menarik kesimpulan bahwa dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan dengan bantuan dan dukungan para sahabatnya. Beliau -dengan kedudukan beliau yang sangat agung- tidaklah berdakwah sendirian. Terbukti pengakuan beliau terhadap jasa-jasa Abu Bakar yang sangat besar kepadanya. Tentu saja yang beliau maksud bukan semata-mata bantuan Abu Bakar untuk kepentingan pribadi beliau, akan tetapi demi kemaslahatan umat yang itu tak lain adalah dalam rangka dakwah dan berjihad di jalan Allah.
Hadits ini juga menunjukkan betapa agungnya kedudukan Abu Bakar di mata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melebihi sahabat-sahabat yang lain. Nabi tanpa malu-malu mengakui keutamaan Abu Bakar radhiyallahu’anhu. Hadits ini juga menunjukkan bahwa memuji orang di hadapannya diperbolehkan selama orang tersebut tidak dikhawatirkan ujub karenanya. Hadits ini juga menunjukkan bahwa kecintaan yang terpendam di dalam hati pasti akan membuahkan pengaruh pada gerak-gerik fisik manusia. Kecintaan yang sangat dalam pada diri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Abu Bakar pun tampak dari ucapan dan perbuatan beliau. Kalau kita mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka konsekuensinya kita pun mencintai orang yang beliau cintai. Kecintaan yang berlandaskan Islam dan persaudaraan seagama.
0 Komentar untuk "Keteguhan Iman Sahabat Abu Bakr Ash Shiddiq"

Back To Top