Islam memperbolehkan seseorang mencari kekayaan sebanyak mungkin. Islam menghendaki adanya persamaan, tetapi tidak menghendaki penyamarataan. Kegiatan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu banyak harta dikuasai pribadi. Di dalam bermuamalah, Islam menganjurkan untuk mengatur muamalah di antara sesama manusia atas dasar amanah, jujur, adil, dan memberikan kemerdekaan bermuamalah serta jelas-jelas bebas dari unsur tipu menipu. Islam melarang terjadinya pengingkaran dan pelanggaran larangan-larangan dan menganjurkan untuk memenuhi janji serta menunaikan amanat. Dan manusia sebagai makhluk sosial, manusia satu dengan manusia yang lain saling membutuhkan, baik dengan jalan tolong menolong dalam urusan kemasyarakatan, tukar menukar barang maupun jual beli.
1. Pengertian Jual Beli
Jual beli ( الْبَيْعُ ) menurut bahasa artinya memberikan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu atau tukar menukar sesuatu. Sedangkan menurut istilah berarti tukar menukar barang dengan uang atau barang dengan barang lain disertai ijab, qabul dengan syarat dan rukun tertentu.
Melihat realitas jual beli dalam kehidupan moeren, seiring dengan kebutuhan dan tantangan dalam dunia industry perdagangan, syariat Islam harus mampu memberikan solusi untuk menjawab tantangan di masa depan. Maka untuk membumikan kaidah-kaidah Islam, engan tidak melepaskan kaidah ushul, diperlukan adanya fiqih realitas atau prioritas, yang mengdepankan hal yang terpenting dari yang penting.
2. Hukum Jual Beli
Hukum jual beli pada dasarnya adalah halal atau boleh, artinya setiap orang Islam dalam mencari nafkah atau rezeki boleh dengan cara jual beli, berdagang atau boleh dengan cara yang lain yang penting dengan cara yang halal dan baik. Adapun dasar disyariatkannya jual beli sebagai berikut:
a. Al-Quran, diantaranya:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya: “padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”. (QS.Al-Baqarah: 275).
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلاَ تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan suka sama suka”. (QS. An-Nisa: 29).b. As-sunnah:
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ - رضي الله عنه - أَنَّ اَلنَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - سُئِلَ: أَيُّ اَلْكَسْبِ أَطْيَبُ? قَالَ: - عَمَلُ اَلرَّجُلِ بِيَدِهِ, وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ - رَوَاهُ اَلْبَزَّارُ، وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ
Artinya: “Dari Rifa’ah ibn Rafi’ RA. Nabi SAW. Ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik, beliau menjawab, ‘Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual-beli yang mabrur’.”(HR. Bazzar, hakim menyahihkannya dari Rifa’ah ibn Rafi’)Maksud mabrur dalam hadits di atas adalah jual-beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu dan merugikan orang lain.
c. Ijma’
Ulama’ telah sepakat bahwa jual-beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang di butuhkannya itu, harus diganti dengan barang lain yang sesuai.
0 Komentar untuk "Pelajaran Fiqh Kelas 9 Tentang Jual Beli"