ads
ads

INABAH 7 PUTRA Tasikmalaya

HASIL LAPORAN KULIAH KEINABAHAN DI INABAH 7 PUTRA
OLEH : OO HANAPIAH
NIM : 1151.023

Hasil kunjungan mahasiswa Pascasarjana IAILM Program Akhlak Tasawuf dan Psikoterapi tanggal 25 September 2016, di Inabah 7 Putra di Kampung Rawa Rajapolah Kabupaten Tasikmalaya. Sebagian hasil wawancara dengan Pimpinan Pondok Remaja Inabah Bapak H. Anwar Mahmud, kami mendapatkan Informasi tentang Pendidikan Remaja Inabah dengan metode Penyadaran dan penyembuhan dengan melalui pendidikan ibadah. Berbagai persoalan global dewasa ini, khususnya dalam masalah sosial-budaya tidak lepas dari akibat gaya hidup modern menurut Barat yang salah memandang kehidupan ini.Tragedi besar yang diwariskan Barat sekarang adalah semakin terasingnya manusia dari Penciptanya, dikarenakan sangat mementingkan dunia dan melupakan akherat. Akibatnya bukan hanya menimbulkan kecemburuan sosial dan kerusakan pribadi, tetapi lebih parah lagi merusak tatanan sosial dan ketidakpastian fundamental di berbagai bidang bahkan mengakibatkan kesengsaraan dan kehancuran kehidupan manusia itu sendiri. Manusia tidak lagi mempunyai pegangan hidup selain hal-hal bersifat materi dan mereka lebih mendewakan dan lebih bersandar kepada hal-hal yang bersifat materi. Bahkan manusia mencari pelampiasan kepada selain Allah, termasuk penyalahgunaan NAPZA yang sudah menjadi masalah multi dimensi dan merupakan penyakit endemik kronis dalam masyarakat modern yang selalu berulang-kali kambuh dan belum ada penanggulangannya secara universal yang memuaskan.
Manusia modern dewasa ini seringkali lupa, bahwa manusia itu terdiri dari jasmani, nafsani dan rohani. Karena itu secara prinsip manusia sangat memerlukan kebutuhan dasarnya yang bersifat spiritual atau agama. Tidak kurang Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan bahwa agama merupakan unsur dalam kesehatan selain ketiga unsur kesehatan lainnya (yaitu kesehatan fisik, psikologi, dan sosial). Unsur agama sangat penting dan peringkatnya adalah setingkat dengan unsur lainnya dan saling menunjang. Solusi utama bagi Umat Islam terhadap permasalahan diatas adalah kembali kepada Allah dan memegang tali-Nya dengan erat. Bagi Umat Islam sudah jelas bekal dan metode dalam mengatasi berbagai persoalan hidup ini adalah al-Quran dan Sunnah, sebagaimana sabda Rasulullah saw : Artinya: “ Sesungguhnya aku telah meninggalkan untukmu, jika kamu berpegang teguh kepadanya, niscaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu: Kitab Allah (al-Quran) dan Sunnah Nabi-Nya (Muhammad saw) ”.
Islam memandang bahwa kehidupan di dunia ini tidak kekal dan tempat untuk mencari bekal bagi kehidupan yang abadi di akherat nanti. Menurut Islam setelah kehidupan di dunia ini, ada lagi kehidupan yang lebih abadi dan kekal, yaitu kehidupan di akherat. Bahkan Allah memandang kehidupan di dunia ini ibarat permainan atau hiburan, dan kesenangan di dunia adalah kesenangan bersifat tipuan. Sebagaimana Firman Allah dalam Al-Quran surat al-Hadid ayat 20 yang artinya: “ ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak”. Rasulullah saw pun telah memperingatkan dalam sabdanya yang artinya: “ Demi Allah! Aku tidak mengkhawatirkan kemelaratan menimpa kamu, tetapi yang Aku khawatirkan adalah jika kemewahan dunia menimpamu sebagaimana orang-orang sebelum kamu ditimpa kemewaahan dunia. Lalu kamu berlomba-lomba (dengan kemewahan) dan kamu binasa seperti mereka ”. Disinilah pentingya Islam sebagai solusi yang menempatkan manusia sebagai makhluk berunsur dhohir dan bathin. Kedua unsur tadi harus tetap dijaga agar manusia bahagia hidupnya. Sebagaimana ditegaskan Al-Qurannya surat Luqman ayat 20 yang artinya : “ tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan”.
Sebagai usaha preventif diperlukan penanganan yang konsisten dan kontinyu serta melibatkan berbagai unsur di masyarakat, terutama bagi Umat Islam adalah pentingnya peranan keluarga agar menjadikan rumahnya sebagai surga bagi penghuninya dengan memperhatikan bahwa: Pendidikan agama sangat penting untuk ditanamkan sejak usia dini kepada anak-anaknya. Hasil penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa remaja yang lemah komitmen agamanya mempunyai resiko lebih tinggi (4 kali) untuk terlibat NAPZA dibandingkan dengan remaja yang kuat komitmen agamanya. Perlunya menciptakan suasana kehidupan agama dalam keluarga, sebagaimana Rasulullah saw menyuruh agar menjadikan rumah sebagai surga bagi seluruh anggaota keluarga; penuh kasih-sayang, saling menghormati, dan terus terbinanya tali silaturahmi (komunikasi) antara ayah-ibu dan anak-anaknya. Sebagaimana dibuktikan hasil penelitian ilmiah bahwa anak-anak yang dibesarkan di dalam keluarga yang tidak religius mempunyai resiko lebih besar untuk terlibat penyalahgunaan NAPZA dibandingkan dengan anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang . Perlu ditanamkan kepada anak-anak dalam keluarga sedini mungkin akan bahayanya penyalahgunaan NAPZA dan menegaskan bahwa hukumnya haram dalam agama Islam. Peran dan tanggung-jawab orang-tua sangat penting dan sangat menentukan bagi keberhasilan anak di masa depan dan lepas dari pengaruh NAPZA, dalam arti : orang-tua di rumah (ayah-ibu) mampu menciptakan suasana rumah-tangga harmonis dan penuh kasih sayang (mawaddah warahmah), menyediakan waktu dan selalu berkomunikasi dengan anak, menghindari pola hidup komsumtif, dan memberi suri tauladan sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Orang-tua di sekolah (bapak-ibu guru) mampu menciptakan kondisi belajar-mengajar yang kondusif bagi anak didik, sehingga anak mampu belajar dengan baik dan menjadi manusia yang berilmu dan kuat keimanannya. Orang-tua di masyarakat (tokoh masyarakat, para ulama, para pejabat dan pengusaha) mampu menciptakan kondisi lingkungan. Dukungan pemerintah berupa “political will” dan “political action” sangat diperlukan bagi keberhasilan dalam pencegahan penyalahgunaan NAPZA, dengan memberlakukan UU atau peraturan disertai tindakan nyata dalam rangka “amar ma’ruf nahyi munkar” demi keselamatan dan masa depan generasi muda sebagai penerus bangsa dan pewaris bangsa di kemudian hari. Peranan ini sangat jelas dengan adanya hadists yang mengatakan : Artinya: “ Malaikat Jibril telah datang kepadaku lalu berkata: hai Muhammad! Allah melaknat minuman keras, pemerasnya (yang membuatnya), orang-orang yang membantu pemerasannya, peminumnya, penerima penyimpanannya, penjualnya, pembelinya, penyuguhnya, dan orang-orang yang mau disuguhinya”. Selanjutnya, perlu juga adanya perspektif baru bagai masyarakat dalam melihat para korban penyalahgunaan NAPZA agar dipandang sebagai orang yang sakit yang memerlukan pertolongan bukan yang harus diasingkan atau dikucilkan. Seorang pasien yang mengalami gangguan jiwa dan membutuhkan pertolongan dan terapi ini, secara prinsip adalah orang yang sudah hilang daya akalnya dan hatinya dan harus diupayakan untuk dikembalikan kepada fitrahnya.Bagi mereka yang sudah terlanjur terkena musibah, apakah hanya sekedar mabuk-mabukan atau yang ketagihan NAPZA, perlu dicarikan solusi penyembuhan secepatnya apalagi mayoritas yang terkena generasi sebagai penerus bangsa. Dalam Perspektif Islam seorang yang hilang daya akalnya (mabuk) perlu dipulihkembalikan daya akalnya dengan cara mengembalikan kepada fitrah semulanya sebagai manusia.Ini perlu ditegaskan dalam upaya menggunakan pendekatan Ajaran Islam sebagai sebuah terapi alternatif dalam menangani para penyalahguna NAPZA yang semakin semarak di Indonesia dewasa ini. Teori fitrah dalam Islam menurut Juhaya.S.Praja mengatakan bahwa setiap manusia yang dilahirkan telah membawa dalam dirinya daya-daya yang berfungsi untuk mengambil yang bermaslahat dan menolak kerusakan. Oleh karena itu manusia mempunyai tiga daya utama, yaitu:1. daya akal (the faculty of intellectual) yang berfungsi untuk mengenal, mengesakan, dan mencintai Allah.2. daya syahwat (the faculty of concupicible power), yaitu daya yang berfungsi untuk menginduksi hal-hal yang menyenangkan.3. daya pertahanan (the faculty of power or irascibility) yang berfungsi untuk mempertahankan diri dari segala yang merusaknya.
Fitrah setiap manusia dapat dengan sendirinya mengenal kebaikan untuk diikutinya atau kemungkaran yang harus dijauhinya. Berdasarkan teori fitrah ini, maka setiap korban NAPZA dalam proses perawatannya diawali dengan pengembalian fungsi-fungsi fitrah tersebut, terutama daya akalnya agar dapat mengenal (ma’rifat), mengesakan (tauhid), dan mencintai (mahabbah) kepada Allah. Upaya untuk mengembalikan fungsi daya akalnya ini tidak bisa terlepas dari upaya mengfungsikan daya Qolbu (hati) nya. Karena Qolbu menurut Islam adalah pusat kekuatan dan kelemahan manusia lahir-bathin. Qolbu merupakan barometer baik tidaknya seseorang dalam hdiupnya, baik di dunia maupun di akherat, sebagaimana disabdakan Rasulullah saw : Artinya: Sesungguhnya di dalam jasad manusia itu ada segumpal daging. Jika daging itu baik, maka baiklah seluruh jasadnya. Sebaliknya jika daging itu rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya. Ingatlah segumpal daging itu adalah Qolbu (hati)”.
Dalam ilmu Fiqh, Qolbu adalah tempatnya niat yang menjadi syarat keabsahannya setiap ibadah manusia. Sementara para pakar dalam Filsafat Ilmu Agam Islam mengatakan bahwa awal kegiatan intelektual manusia adalah Qolbu dan puncaknya adalah otak. Dengan demikian, tanpa akal dan Qolbu yang berfungsi, maka manusia tidak akan dapat menerima pengetahuan. Proses pengembalian fungsi daya akal dan Qolbu korban NAPZA yang diperlakukan sebagai orang mabuk adalah melalui thaharah.yakni dengan memandikannya. Pelaksanaan thaharah bagi para korban NAPZA sebagaimana dilakukan di Pondok Remaja INABAH Pondok Pesantren Suryalaya adalah dengan mandi pada waktu dini hari. Dengan thaharah diupayakan pensucian lahir-bathin dan sebagai upaya untuk mengembalikan kesadarannya.Setelah dianggap sadar, lalu dilanjutkan dengan proses perawatan berikutnya, dengan mengarahkannya agar mengenal, mengesakan, dan mencintai Allah. Pengarahan ini dilakukan dengan merawat Qolbunya melalui proses dzikir yang disebut talqin dzikir. Talqin dzikir merupakan proses penanaman kalimat taqwa (laa ilaaha illallah) oleh seorang Guru Mursyid yang mempunyai silsilah bersambung hingga Rasulullah saw. Talqin dzikir ini mempunyai dua fungsi, yaitu: Pertama, untuk memberikan pengetahuan formalitas yang bersifat lahiriah tentang kalimat taqwa bagi seseorang sesuai dengan petunjuk Al-Quran dalam surat al-Shaffat (37: 35). Kedua, untuk memberikan pengetahuan yang hakiki, yaitu menghidupkan hati nurani seseorang. Pemberian ilmu yang hakiki tentang kalimat taqwa ini hanya mungkin dihidupkan oleh hati yang hidup pula, sesuai dengan petunjuk Al-Quran dalam surat al-A’raf (7:205). Petunjuk Al-Quran mengenai talqin dzikir sebagai upaya menghidupkan hati nurani manusia ini memerlukan metode. Metode dan teknis perawatan hati nurani (al-Qolbu) dipertegas oleh Rasulullah saw sebagaimana dijelaskan KH.Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (atau populer disebut Abah Anom) penemu dan perumus Metode INABAH, sebagai berikut :1. Al-Quran memberikan penjelasan kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan lahir dan bathinnya. Hal ini sejalan dengan pendapat sufi terkenal, al-Thusi yang mengemukakan dasar al-Qurannya surat Luqman ayat 20 yang artinya : “ tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan”.Berdasarkan ayat diatas disimpulkan bahwa manusia mempunyai unsur lahir dan unsur bathin yang sama-sama harus beribadah kepada Allah SWT. Ilmu untuk beribadah kepada Allah bagi unsur jasmani manusia (Islam) adalah Ilmu Fiqh, Ilmu untuk beribadah kepada Allah bagi unsur akal (Iman) manusia adalah Ilmu Aqidah, dan Ilmu untuk beribadah kepada Allah bagi unsur Qalbu atau hati manusia (Ihsan) adalah Ilmu Tasawwuf. Salah satu metode pengamalan Ilmu Tasawwuf adalah Tarekat Qodiriyyah Naqsyabandiyah (TQN). Dengan tarekat ini manusia ditunjukkan jalan atau cara untuk mencintai (mahabbah) dan mengetahui (ma’rifat) kepada Allah, sehingga mampu dekat dengan Allah. Teknik mencintai dan mengetahui Allah yang diajarkan dalam TQN adalah Dzikrullah yang mencakup dua cara, yaitu: dengan dzikir jahar dan dzikir khofi.Dzikir jahar ialah mengucapkan kalimat tauhid yang terdiri dari pernyataan nafyi (meniadakan) dan itsbat (menetapkan). Pernyataan nafyi adalah la ilaaha dan itsbatnya illallah. Dzikir dengan kalimat taqwa ini jika dilakukan secara berkesinambungan dapat berfungsi untuk:
1.    menghilangkan syirik jali dan syirik khofi,
2.    mendatangkan sifat ikhlas,
3.    melepaskan qolbu dari segala yang menghalangi hubungannya dengan Allah,
4.    membersihkan jiwa dari segala sifat yang tidak baik dan tercela,
5.    menghilangkan sifat-sifat kehewanan manusia,
6.    mendatangkan pengetahuan perolehan dari Allah (al-ulum al-laduniyyah),
7.    mendatangkan pengetahuan tentang rahasia dan penampakan keagungan Allah,
Dengan demikian, seorang manusia yang dalam keadaan mabuk dan merasakan kelezatan yang bersifat halusinasi dialihkan kepada kelezatan yang hakiki, yaitu “melihat” Allah melalui cermin di hatinya. Dzikir jahar ini mampu berfungsi menghidupkan kembali hati siapapun yang mengamalkannya, dengan syarat:
a. dzikir itu diajarkan melalui proses talqin dari seorang Guru Mursyid,
b. dilakukan dalam keadaan suci,
c. dilakukan dengan suara keras,
d. teknik melaksanakannya sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw.
Teknik dzikir jahar ini disebut Tarekat Qodiriyyah, yang merupakan upaya pelaksanaan proses takhalli, tahalli, dan tajalli pada setiap bagian yang halus dalam diri manusia yang disebut Latifah. Tajalli adalah merupakan puncak dari proses perjalanan seorang murid, dalam hal ini seseorang yang sedang mengamalkan Tarekat Qodiriyyah. Tajalli merupakan “penampakan” yang meliputi penampakan dzat, yang disebut mukasyafah, berupa terbukanya hijab (tirai penghalang) untuk melihat hakekat Tuhan serta penampakan dzat dan sifat Allah. Sehingga muncul dalam diri yang berdzikir itu kesadaran diri bahwa ia selalu diawasi oleh Allah Yang Maha kuasa. Jika ia tidak “melihat” penampakan Allah itu, maka ia sadar bahwa Allah selalu melihatnya. Keadaan seperti ini disebut dalam hadits Rasul saw sebagai ihsan.Sementara itu, kesadaran serupa dalam tasawwuf disebut muqarabah yang berbuah inabah. Inabah dalam terminologi tasawwuf adalah kembali dari maksiat kepada Allah kepada ketaatan kepada-Nya, dikarenakan merasa malu “melihat” Allah dengan hati nuraninya. Inabah ini merupakan puncak keberhasilan taubat, yaitu menghentikan segala prilaku tercela dan menggantikannya dengan prilaku yang baik dan terpuji. Keadaan seperti ini menyiapkan seseorang untuk terus meningkatkan kualitas jati dirinya dari kebaikan menjadi kearifan hingga tiba pada tingkat al-qurbah, yakni rasa dekat dengan Tuhan. Setelah merasakan dekat dengan Tuhan itu muncullah kelezatan jiwa (al-ladzat al-nafsaniyyah) hingga kelezatan rohani (al-ladzat al-rohaniyyah), yakni tahap pencapaian melihat Allah dengan penuh keyakinan. Dalam keadaan ini secara fisik seorang murid berada di dunia, akan tetapi hati nuraninya bergantung di Arasy Allah SWT. Walaupun Allah tidak dapat dilihat oleh mata kepala di dunia, akan tetapi Allah dapat menampakkan diri-Nya dalam cermin hati nurani, yaitu Qolbu yang menjadi cermin keindahan Allah.
Adapun latifah yang diisi melalui proses dzikir jahar tersebut ada tujuh, yaitu:
1.    latifah al-akhfa yang terletak di pusar,
2.    latifah al-nafs yang terletak di kepala (otak) diisi dengan laa,
3.    Latifah al-khofi yang terletak di atas susu kanan sebelah atas,
4.    Latifah al-ruh yang terletak di sebelah bawah susu kanan diisi dengan ilaaha,
5.    Latifah al-sirri yang terletak di bagian atas susu sebelah kiri,
6.    Latifah al-qalbi yang terletak di bagian bawah susu sebelah kiri diisi dengan illallah,
7.    Latifah al-jasad yaitu keseluruhan tubuh yang diisi dengan getaran dzikir jahar yang membakar segala bentuk maksiat di dalam diri sebagaimana dimaksud Al-Quran surat al-Zumar ayat 23 : artinya: “Allah telah menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang , gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun”.
Sehingga mampu menjauhi segala perbuatan keji dan mungkar sebagaimana disebutkan dalam surat al-Ankabut ayat 45 artinya : “ bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.Dzikir khofi adalah dzikir yang dilakukan oleh Qolbu (hati). Dalam Ilmu Kalam disebutkan bahwa iman itu terdiri dari tiga komponen: al-tasdiq bi al-qalbi wa al-iqrar bi al-lisan wa al-a’mal bi al-arkan, yaitu pembenaran dengan hati nurani, pernyataan secara lisan, dan pembuktian pembenaran dan pernyataan tersebut dalam bentuk prilaku. Dzikir khofi ini adalah metode untuk menanam dan membina komponen keimanan yang pertama dan utama. Tekniknya mengikuti petunjuk Al-Quran dan Hadits serta praktek Rasulullah saw. Dalam prakteknya harus ditalqinkan oleh seorang Mursyid, sebagaimana Rasul mentalqin sahabatnya, Abu Bakar Siddiq. Dalam surat al- A’raf ayat 205 : Artinya : “sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang lalai”. Apabila seorang manusia sudah mampu kembali kepada fitrahnya, maka akan muncul kesadaran sebagai hamba Allah untuk selalu beribadah kepada-Nya. Setelah itu, barulah berbagai ibadah lainnya baik wajib maupun sunat mampu dilaksanakan. Sudah pasti diperlukan proses dan waktu yang panjang sebagai upaya penyesuaian diri terhadap berbagai hal yang baru dilaksanakan. Pengkondisian ini perlu ditunjang dengan melaksanakan berbagai amalan lain seperti shalat, baik yang wajib maupun yang sunat, puasa, dan ibadah-ibadah lainnya.
0 Komentar untuk " INABAH 7 PUTRA Tasikmalaya "

Back To Top