ads
ads

MANAQIB SYEKH ABDUL ABDUL QADIR QS. KE 8 BULAN DZULHIJJAH

MANAQIB SYEKH ABDUL ABDUL QADIR QS. KE 8

Manaqib ke 8 ini dibacakan pada setiap bulan Dzulhijjah

MANKOBAH KEDELAPAN ;
BERLAKU BENAR DAN JUJUR ADALAH
PANDANGAN HIDUP SYEKH ABDUL QODIR
Diriwayatkan, Syekh Abdul Qodir ditanya oleh seorang ikhwan, "Apakah pedoman dalam pandangan hidup beramal ?" "Bagiku wajib benar pantang untuk berdusta."
Diriwayatkan, pada waktu Syekh menginjak usia muda belia, berusia 18 tahun. Pada suatu hari yaitu hari Arafah bagi kaum muslimin yang naik haji atau sehari sebelum Idul Adha, beliau pergi ke padang rumput menggembalakan seekor unta. Di tengah perj alan¬an unta tersebut menoleh ke belakang dan berkata kepada beliau bahwa bukan beginilah tujuan hidup Syekh dilahirkan ke dunia ini. Peristiwa itu mengejutkan Syekh, dan beliau kembali pulang. Sekembali di rumahnya, beliau naik ke atap rumahnya, dan dengan mata batinnya beliau melihat suatu majelis yang amat besar di Arafah. Setelah itu Syekh memohon kepada ibunya agar ibunya suka mem-baktikan dirinya kepada Alloh, serta mengirimkannya untuk pergi ke Bagdad untuk meneruskan pelajarannya.
Seperti telah diketahui oleh umum, pada waktu itu Bagdadlah sebagai pusat kota ilmu yang terkenal oleh seluruh kaum muslimin dan didatangi oleh para pemuda, para siswa dari seluruh penjuru dunia Islam. Syekh Abdul Qodir berkeinginan keras untuk me¬nambah ilmu dan meningkatkan kerohaniannya dalam bergaul dengan para wali lainnya beserta orang-orang suci di Baghdad.
Kecintaan ibunya, rumah dan tempat kelahirannya, perjalanan yang sukar dan berbahaya serta jauh, lagi pula akan berdiam di suatu tempat dimana tidak ada teman dan sanak famili; itu semua bagi Syekh tidak menjadikan halangan atau mengurungkan niatnya untuk mencari tambahan ilmunya.
Ketika ibunya mendengar permohonan putranya itu, maka ke¬luarlah air matanya mengingat dia sudah tua, dan suaminya ayah Syekh Abdul Qodir telah lama meninggal dunia; maka timbullah pertanyaan dalam hatinya, apakah dia akan dapat bertemu kembali dengan putranya yang ia cintai, yang ia didik dengan kasih mesra itu ?
Akan tetapi karena ibunya itu adalah seorang wanita yang bersih hati dan selalu taat kepada Alloh, maka dia tidak menghalangi ke¬hendak putranya untuk berbakti kepada Alloh dengan kebaktian yang sebesar-besarnya.
. Setelah ibunya menyetujui permohonan tadi dan mengijinkan untuk berangkat ke Bagdad, maka segeralah segala sesuatunya diper¬siapkan. Uang bekal 40 keping dinar oleh ibunya dimasukkan ke dalam baju putranya persis di bawah ketiaknya lalu dijahit agar tidak mudah hilang atau dicuri. Uang itu adalah warisan dari almarhum ayahnya, dimaksudkan untuk menghadapi masa-masa sulit. Kemudian Syekh Abdul Qodir menggabungkan diri pada suatu kafilah yang akan berangkat ke Bagdad.
Sebelum berpisah, ibunya meminta suatu janji dari putranya agar jangan berdusta dalam segala keadaan bagaimanapun juga, walaupun ibunya telah tahu benar, putranya itu sejak kecil tidak pernah ber¬dusta.
Janji itu dipersembahkan kepada ibunya, dan Syekh berjanji untuk senantiasa mencamkan pesan tersebut, kemudian berpisahlah ibu dengan anak tersebut, kedua-duanya berpisah dengan hati yang amat berat.
Setelah beberapa hari kafilah berangkat, dan Syekh Abdul Qodir turut pula di dalamnya berjalan dengan selamat, maka tatkala kafilah itu hampir memasuki kota Bagdad, di suatu tempat Hamdan nama¬nya, tiba-tiba datang segerombolan perampok. Enam puluh orang penyamun berkuda merampok kafilah itifithabis-habisan.
Semua perampok tadi tidak ada yang memperdulikan meng¬aniaya atau bersikap bengis kepada Syekh Abdul Qodir karena beliau tampak begitu sederhana dan miskin. Mereka berprasangka bahwa pemuda itu tidak mempunyai apa-apa.
Kemudian ada salah seorang penyamun datang bertanya ke¬padanya, apa yang dia punyai. Dijawabnya bahwa dia mempunyai empat puluh keping dinar dijahit di dal am bajunya.
Penyamun tadi lalu lapor kepada pemimpinnya apa yang telah ia dengar dari pemuda itu. Lalu diperintahkan kepala penyamun tadi supaya pemuda itu dihadapkan kepadanya. Setelah Syekh meng¬hadap dan ditanya oleh kepala perampok itu, apakah benar apa yang telah dikatakan tadi. Dijawab oleh Syekh bahwa benar apa yang telah diucapkan tadi.
Sang kepala penyamun lalu menyuruh mengiris jahitan bajunya dan setelah jahitan baju itu tersayat, maka keluarlah kepingan empat puluh dinar. Melihat uang itu hati penyamun tidak menjadi suka cita, tetapi terpesona sejenak, kemudian menanyakan lagi kepada Syekh Abdul Qodir, apa sebabnya dia berkata sebenarnya. Dijawab oleh Syekh Abdul Qodir dengan tenang, bahwa beliau berjanji kepada ibunya, tak akan berkata bohong pada siapapun dan dalam keadaan bagaimanapun jugs; ditambahkannya jika ia bohong maka tidak akan bermakna upayanya dalam menimba ilmu agama.
Mendengar jawaban itu, kepala perampok tadi bercucuranlah air matanya dan menangis tersedu-sedu, karena ia merasa dalam hati kecilnya bahwa ia selama hidupnya terus-menerus telah melanggar perintah Tuhannya, sedang seorang pemuda ini tidak berani me¬langgar janji terhadap ibunya.
Lalu sang kepala perampok jatuh terduduk di kaki Syekh Abdul Qodir dan menyesali dosa yang pernah dilakukannya. Dia berjanji dengan sungguh-sungguh akan berhenti dari pekerjaan merampok yang diakuinya sendiri sebagai perbuatan yang hina dan jahat.
Kemudian kepala perampok tadi dengan anak buahnya mengembalikan semua barang-barang kepada rombongan kafilah, perjalanan dilanjutkan dengan selamat sampai kebagdad. Anak buah perampok seluruhnya mengikuti jejak langkah pemimpinnya. Kembalilah mereka ke dalam masyarakat biasa mencari nafkah dengan halal dan jujur.
0 Komentar untuk "MANAQIB SYEKH ABDUL ABDUL QADIR QS. KE 8 BULAN DZULHIJJAH"

Back To Top